SUARA TRENGGALEK – Kiai yang menghamili santriwati hingga melahirkan bayi di Trenggalek menolak restitusi yang diajukan korban melalui Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).
Terdakwa kiai tersebut adalah Imam Safii alias Supar (52) yang merupakan pengasuh pondok pesantren di Kecamatan Kampak, yang saat ini kasus tersebut dalam proses persidangan.
Korban Kiai Cabul Ajukan Restitusi
“Besaran yang diajukan kurang lebih nilainya sekitar Rp 247 juta,” kata Kasi Pidana Umum Kejaksaan Negeri Trenggalek, Yan Subiyono, Kamis (23/1/2025)
Restitusi tersebut diajukan untuk mengembalikan kondisi korban serta untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari bayi, mulai dari popok, susu, dan kebutuhan lainnya.
“Permohonan restitusi sudah sampaikan kepada majelis hakim kemudian tanggapan dari terdakwa IS maupun dari penasihat hukumnya menolak permohonan restitusi tersebut dalam sidang (Selasa, 21/1/2025),” lanjutnya.
Tuntutan tersebut akan dikaji oleh majelis hakim sebelum diputuskan bersama dengan perkara pidana yang saat ini sedang berlangsung.
Agenda sidang selanjutnya adalah pembacaan tuntutan yang rencananya digelar pada Selasa (4/2/2025).
Dalam penyusunan tuntutan ini Kejaksaan Negeri Trenggalek meminta petunjuk Kejaksaan Tinggi Jawa Timur karena kasus tersebut menjadi atensi masyarakat dan melibatkan tokoh agama.

LPSK Tuntut Kiai Pemerkosa Santriwati Bayar Restitusi Rp 247 Juta
Sementara itu, Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) telah mengajukan restitusi kepada kiai pelaku pemerkosaan santriwati di Kecamatan Kampak, Kabupaten Trenggalek.
LPSK menuntut Imam Syafii alias Supar (52) untuk membayar restitusi kepada korban senilai Rp 247.508.000.
Nilai restitusi yang diajukan LPSK menurut penasihat hukum korban, Haris Yudhianto sudah tepat.
“Sudah sesuai harapan, karena menurut kami, penilaian LPSK itu sudah mempertimbangkan semua aspek,” kata Haris, Kamis (23/1/2025).
Haris menuturkan permohonan restitusi tersebut sudah disusun oleh penasihat hukum sejak kasus tersebut masih dalam tahap sidik di Polres Trenggalek.
“Rinciannya (restitusi) saat itu kami ajukan melalui Porles Trenggalek saat penyidikan dan tindak lanjutnya ada di LPSK yang melakukan penilaian,” lanjut Ketua DPC Persatuan Advokat Indonesia (Peradi) Kabupaten Trenggalek tersebut.
Restitusi yang Diajukan Ditujukan Untuk Korban dan Bayinya
Restitusi yang diajukan diperuntukkan bagi korban dan bayinya. Mulai dari popok, susu, dan pakaian untuk dua tahun kedepan serta pemulihan psikis korban yaitu untuk pemeriksaan psikologis.
“Restitusi ini sesuai dengan peraturan pemerintah nomor 43 tahun 2017, korban punya hak untuk mendapatkan restitusi dari pelaku kejahatan seksual khususnya korban yang masih anak-anak,” jelas Haris.
Terkait penolakan yang sempat diutarakan terdakwa, menurut Haris itu adalah hak terdakwa. Sedangkan keputusan tetap berada di tangan majelis hakim.
“Kalau nanti sudah menjadi putusan pengadilan maka tidak ada orang yang bisa menolak karena itu adalah perintah pengadilan,” pungkasnya. (*)