PENDIDIKAN

Kartini Trenggalek, Perjalanan Sunyi Sutini Membangun Pendidikan di Pelosok Negeri

×

Kartini Trenggalek, Perjalanan Sunyi Sutini Membangun Pendidikan di Pelosok Negeri

Sebarkan artikel ini
Kartini Trenggalek Sutini
Sutini, Kartini dari Trenggalek yang mampu menjadi inspirasi.

SUARA TRENGGALEK – Di kaki Gunung Sengungklung Trenggalek, pagi menyambut langkah pelan seorang perempuan bernama Sutini. Lahir pada 1967 dan besar di Desa Pule yang tenang, ia bukan tokoh nasional, bukan pula aktivis terkenal.

Tapi sejak lebih dari dua dekade lalu, Sutini perempuan yang berusia 58 tahun itu menjalani hidupnya sebagai pejuang pendidikan. Dihadapan papan tulis usang itu, sutini berjalan dalam sunyi yang bersahaja.

Di momen peringatan Hari Kartini, kisah Sutini dari Trenggalek menjadi pengingat bahwa perjuangan perempuan tak selalu disorot kamera, namun tetap membekas lewat dedikasi dan ketulusan.

Jejak Panjang Pengabdian Sutini

Sutini memulai kiprahnya sebagai Guru Tidak Tetap (GTT) di SDN 2 Pakel, Pule, Trenggalek sejak tahun 2003. Kala itu, gaji yang diterima sangat minim, hanya Rp 100.000 – Rp 200.000, bahkan tak cukup untuk kebutuhan harian. Namun, semangatnya tak pernah surut.

“Perjuangan saya dengan riang gembira dan semangat. Dari GTT tahun 2003 sampai akhirnya bisa jadi PPPK di tahap pertama tahun 2022,” ungkapnya.

Perjalanan menuju status Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) tak mudah. Sutini sempat gagal dalam seleksi pada tahun 2004 dan 2009, bahkan tidak memenuhi syarat usia untuk jalur K2 tahun 2013.

Ia bahkan pernah datang ke Jakarta menyuarakan nasib GTT bersama rekan-rekannya. Meski dalam perjalanan perjuangan itu banyak rekan yang telah menggapai harapan, namun sutini masih tertinggal.

Mendirikan TK, PAUD, hingga Panggung Seni

Pengabdian Sutini tak hanya soal status kepegawaian. Ia turut mendirikan TK Dharma Wanita II Pakel dengan memanfaatkan lahan desa, dan pada 2007 kembali mendirikan PAUD karena melihat belum adanya layanan pendidikan anak usia dini di desanya.

Tak berhenti di situ, ia juga menempuh kuliah di tengah kesibukannya sebagai guru dan ibu. Meski sempat pindah jurusan, ia berhasil meraih gelar sarjana dari Prodi PGSD setelah lima tahun.

Kecintaannya pada seni membuat Sutini aktif membina kelompok tari di sekolah. Beberapa kali siswanya menjuarai lomba seni daerah, hingga menjadi tokok inspirasi di daerahnya.

“Saya senang seni sejak awal mengajar. Kami sering ikut lomba tari, dan punya banyak piagam,” katanya.

Ibu Bagi Semua, Simbol Ketulusan dari Desa

Sebelum menjadi guru, Sutini sempat menjadi TKW di Hong Kong selama enam tahun. Namun panggilan hatinya membuat ia kembali ke desa, mengejar mimpi masa kecil menjadi guru. Kini, SDN 2 Pakel dikenal sebagai sekolah bersih, disiplin, dan menjadi rujukan di Kecamatan Pule.

Tak hanya mengajar, Sutini juga aktif dalam kegiatan desa dan sering membantu murid-muridnya yang mengalami kesulitan ekonomi. “Saya tahu rasanya susah, jadi saya berusaha membantu sebisanya. Karena saya tidak suka diam, saya ingin selalu bermanfaat,” ujarnya.

Bagi warga, Sutini bukan sekadar guru. Ia adalah sosok ibu kedua bagi anak-anak di desanya. Ia menanamkan rasa kekeluargaan di setiap ruang kelas yang dia isi, dan di setiap senyum anak-anak yang dia temui.

Simbol Perempuan Trenggalek yang Membangun

Sutini bukan Kartini di atas podium. Ia adalah Kartini yang berjalan di jalan setapak berlumpur, menyeka peluh di antara kabut pagi, dan pulang dengan hati lega karena tahu ia telah memberi arti.

Dari kaki Gunung Sengungklung Trenggalek, kisahnya menyebar tentang perempuan yang tak hanya mengajar, tapi membangun generasi emas seperti yang di cita-citakan oleh tokoh Raden Ajeng Kartini yang sebenarnya.