PENDIDIKAN

Akses Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus di Trenggalek Minim, Ratusan ABK Putus Sekolah

×

Akses Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus di Trenggalek Minim, Ratusan ABK Putus Sekolah

Sebarkan artikel ini
Anak Putus Sekolah Trenggalek
Plt Kepala Dinas Sosial PPPA Trenggalek saat dikonfirmasi terkait akses pendidikan anak.

SUARA TRENGGALEK – Ratusan anak berkebutuhan khusus (ABK) menyumbang angka anak putus sekolah di Kabupaten Trenggalek. Hal itu disebabkan karena kebutuhan untuk mengakses pendidikan bagi mereka masih sangat terbatas.

“Kami tidak punya berapa jumlah pasti anak yang belum bisa mengakses pendidikan,” kata Plt Kepala Dinas Sosial Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Christina Ambarwati, Senin (5/5/2015).

Lebih lanjut Kadinsos yang biasa disapa Tina itu menjelaskan bahwa informasi yang telah diterimanya anak berkebutuhan khusus menjadi penyumbang angka tersebut.

Menurutnya ada ratusan ABK yang tidak dapat mengakses pendidikan, hal itu karena khusus sekolah luar biasa (SLB) yang ada tidak dapat menampung semuanya, karena masih terbatas.

“Di Trenggalek ada 3 SLB, yakni SLB Kampak, SLB Kemala Bayangkari dan SLB Harapan Mulia di Panggungsari. Itu sangat sedikit daya tampungnya,” tuturnya.

Namun demikian menurut Tina pemerintah telah memberikan semangat baru untuk membuka sekolah reguler sebagai sekolah inklusi, seperti yang dilakukan Dinas Pendidikan. Sambil berjalan sistem itu perlahan akan dibenahi kembali.

Jadi layanan sekolah inklusi di sekolah reguler saat ini dalam proses penyempurnaan, dengan lebih melakukan persiapan oleh sekolah tersebut, bukan hanya dari orang tuanya.

“Karena terkadangan orang tua beranggapan anak seperti itu kok disekolahkan, karena ndak bisa apa-apa,” ucap Tina meniru alasan orang tua ABK enggan untuk menyekolahkan anaknya.

Maka, Tina berharap orang tua AKB haru memahami bahwa ketika masuk di sekolah reguler, anak mereka akan mendapatkan perlakuan khusus. Sehingga tidak harus memenuhi standar kompetensi anak non ABK.

Dengan berbagai pertimbangan, lebih jelasnya bisa jadi standar kompetensinya diturunkan sesuai dengan kemampuannya, yang paling penting bukan sejauh mana mereka mengalami kemajuan akademik, namun yang prioritas adalah tidak adanya diskriminasi.

“Tak ada diskriminasi, mereka diterima oleh lingkungan sosialnya, dia belajar adab, mereka belajar tumbuh kembang yang lain dan tidak tidak ditolak dari sekolah dan temannya,” jelas Tina.

Bahkan menurutnya ABK tidak ditolak oleh orang tuanya dan orang tua kedua yakni guru mereka. Karena setiap tema peringatan hari pendidikan nasional, pendidikan itu ditujukan untuk semua.

Artinya, semua anak sekalipun anak itu disabilitas, mereka tetap berhak atas layanan pendidikan. Sedangkan dari ketiga sekolah itu memiliki kuota berapa, pihaknya tidak tahu persis.

“Saya tidak tahu persis, karena terkait kuota dan jumlahnya tidak langsung di Dinas saya,” pungkasnya.