SUARA TRENGGALEK – Ketua Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Trenggalek, M. Sodiq Fauzi, menyoroti kebijakan iuran pengadaan mobil siaga di Desa Sukowetan, Kecamatan Karangan, Trenggalek.
Menurutnya, penetapan nominal iuran minimal Rp 50 ribu per Kepala Keluarga (KK) yang tertuang dalam surat edaran bernomor 1/PPMS-SKWT/II/2025 berpotensi menjadi pungutan liar (pungli).
Sodiq menegaskan bahwa pengadaan fasilitas desa semestinya dibiayai melalui Dana Desa atau Anggaran Dana Desa, bukan dengan membebankan masyarakat melalui iuran wajib.
“Kalau memang ini kebijakan pemerintah desa, harusnya mereka menggunakan anggaran yang sudah ada. Apalagi, dalam surat tersebut ada patokan nominal, ini berpotensi sebagai pungli,” ujarnya.
Lebih lanjut, ia mempertanyakan prosedur yang ditempuh pemerintah desa sebelum mengeluarkan kebijakan iuran tersebut. Menurutnya, desa seharusnya berkoordinasi dengan pemerintah kabupaten sebelum membuat keputusan yang berkaitan dengan pungutan terhadap masyarakat.
“Dalam sistem pemerintahan, ada hierarki yang harus dihormati. Sebelum menarik iuran, pemerintah desa seharusnya berkonsultasi dengan pemerintah kabupaten,” tegasnya.
Sodiq juga menilai bahwa kebijakan ini tidak mempertimbangkan kondisi ekonomi masyarakat yang beragam. Dengan adanya penetapan nominal tertentu, ia khawatir warga merasa terpaksa membayar karena tekanan sosial.
“Masyarakat punya kondisi ekonomi berbeda-beda. Jika iuran seperti ini diberlakukan tanpa opsi, maka bisa dikategorikan sebagai pemaksaan, yang bertentangan dengan Pasal 368 KUHP tentang pemerasan,” jelasnya.
Ia berharap praktik serupa tidak terulang, mengingat dampak negatifnya terhadap pembangunan serta kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah desa.
“Pemerintah desa harus lebih berhati-hati dalam mengambil kebijakan yang melibatkan keuangan masyarakat. Jangan sampai niat baik justru menimbulkan keresahan,” pungkasnya.