SUARA TRENGGALEK – DUNIA teknologi atau era digitalisasi semakin hari semakin berkembang pesat, tentu hal ini menguntungkan banyak pihak karena semua menjadi sangat mudah. Dimanapun, kapanpun, siapapun asal punya gadget (gawai) tentu akan lebih praktis menjalani hidup.
Namun, pemakaian gawai saat ini kerap disalahgunakan oleh beberapa pihak, utamanya generasi muda. Saat ini dominan orang tua banyak yang khawatir anak-anaknya menggunakan gawai untuk bermain judi online (judol).
Ibaratnya hanya bermodalkan gawai murah seharga Rp1 juta, kuota Rp50 ribu, anak-anak muda sudah bisa mengakses “Dunia”. Celakanya, situs-situs judol saat ini mulai bertebaran di lini media sosial (medsos) secara terpampang nyata.
Gawatnya lagi, transaksi dari satu orang ke orang lainnya juga bukan hal tabu untuk dilakukan. Judol bukan hanya menyerang generasi milenial atau Z, judi modern ini bahkan sudah merambah ke dunia generasi Alpha.
“Adanya perputaran uang keluar masuk pada tahun 2023, mencapai Rp327 triliun. Bahkan pada triwulan I tahun 2024 telah tercatat Rp100 triliun transaksi.”
Pernyataan tersebut dirinci oleh Koordinator Kelompok Humas Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Natsir Kongah. Menurut data yang diterima RRI.co.id dari PPATK, paling banyak diminati adalah judi online dengan jenis slot.
Kategori tersebut banyak diminati karena bisa dimainkan kapan saja, dan dimana saja. Sepanjang 2024, PPATK mencatat 1.160 anak berusia di bawah 11 tahun melakukan transaksi untuk judol.
Angkanya bahkan fantastis, yakni sudah menyentuh Rp3 miliar lebih dengan frekuensi transaksinya 22 ribu. PPATK juga menemukan untuk usia 11 sampai 16 tahun terdapat 4.514 anak melakukan transaksi judol.
Tidak tanggung-tanggung angka transaksinya bahkan mencapai Rp7,9 miliar. PPATK juga mencatat untuk usia 17-19 tahun angkanya mencapai 191.380 orang.
Para pelaku remaja ini melakukan transaksi hingga nominal Rp282 miliar. Sementara frekuensi transaksinya mencapai 2,1 juta.
Secara keseluruhan dari usia kurang dari 11-19 tahun ada 197.054 peserta/anak, total depositnya mencapai Rp293,4 miliar. Dari data di atas menunjukkan minat anak-anak hingga remaja, bahkan dewasa menyumbang angka cukup tinggi.
Ya, layaknya kata pepatah “Sedikit demi sedikit, lama-lama menjadi bukit”. Awalnya memang angka pemain judol yang melibatkan anak-anak masih sedikit, namun jika terus dibiarkan lama-lama tentu akan menjadi bukit.
Dampak judol tentu beragam, selain merusak mental sang anak ternyata juga dapat membuat orang tua “ketar-ketir”. Hal ini tentu menjadi tantangan sekaligus perhatian orang tua di “zaman now”, agar menjaga anak-anak mereka dari jeratan kejam judol.