SUARA TRENGGALEK – Lebaran Ketupat yang telah menjadi tradisi tahunan masyarakat Trenggalek kembali digelar, namun tahun ini ada yang berbeda. Di Kecamatan Durenan, arak-arakan tumpeng ketupat yang biasanya menjadi daya tarik utama ditiadakan.
Kendati demikian, tradisi silaturahmi tetap berjalan. Mantan Bupati Trenggalek yang kini menjabat sebagai Wakil Gubernur Jawa Timur, Emil Elistianto Dardak, bersama istrinya Arumi Bachsin, tetap datang ke Trenggalek untuk mengikuti tradisi kupatan.
“Yang beda tahun ini khusus di Kecamatan Durenan tidak diselenggarakan pawai,” ujar Emil saat ditemui sejumlah awak media.
Menurut Emil, esensi dari perayaan Lebaran Ketupat bukan terletak pada kemeriahannya, tetapi pada nilai silaturahminya. Ia menelusuri akar tradisi ini dari tokoh ulama Trenggalek masa lalu, yakni Mbah Mesir.
Tradisi Silaturahmi yang Telah Berakar
Emil mengungkapkan bahwa tradisi kupatan di Trenggalek berkaitan erat dengan sejarah Mbah Mesir dan putranya yang diundang oleh Adipati atau Bupati saat itu ke Pendopo. Setelah tujuh hari pasca-Idul Fitri, masyarakat akan sowan atau berkunjung ke rumah sang tokoh agama tersebut.
“Tradisi ini masih familiar. Biasanya keturunan Mbah Mesir mengadakan open house. Itu esensi dari kupatan, silaturahmi ke para kiai,” jelasnya.
Emil menyebut bahwa kunjungannya ke Trenggalek bertepatan dengan momentum kupatan, karena sebelumnya ia menjalankan tugas mendampingi Gubernur Jawa Timur di Surabaya saat hari pertama lebaran.
“Kupatan ini saya manfaatkan untuk silaturahmi ke tokoh-tokoh agama di Bumi Menak Sopal,” tuturnya.
Cita Rasa Kupatan Khas Trenggalek
Selain nilai silaturahmi, Emil juga menyoroti keunikan kuliner Lebaran Ketupat di Trenggalek. Menurutnya, sajian ketupat di daerah ini memiliki kekhasan tersendiri.
“Kupat di Trenggalek punya sejarah. Sajian khasnya biasanya dipadukan dengan ayam lodo dan tewel,” ungkapnya.
Perpaduan ketupat dengan ayam lodo yang bercita rasa pedas dan sayur tewel memberikan keunikan tersendiri bagi lidah masyarakat Trenggalek.
“Enaknya agak pedas-pedas, kuahnya juga tidak terlalu kental,” pungkas Emil.
Tradisi Lebaran Ketupat di Trenggalek menjadi bukti bahwa kekayaan budaya dan kuliner lokal tetap hidup, meski bentuk perayaannya dapat berubah sesuai zaman.