SUARA TRENGGALEK – Kepala Bagian Perekonomian Sekretariat Daerah (Setda) Trenggalek, Rubianto menegaskan bahwa kondisi keuangan PT Jwalita Energi Trenggalek (JET) dinyatakan wajar tanpa pengecualian berdasarkan hasil audit independen.
Hal itu disampaikannya saat rapat pembahasan penyertaan modal daerah, Senin (26/5/2025) bersama Panitia Khusus (Pansus) DPRD Trenggalek saat membahas rencana penyertaan modal sebesar Rp 1,665 miliar.
“Laporan keuangan PT JET sudah diaudit oleh tim independen dan hasilnya menyatakan wajar tanpa pengecualian. Kita tidak memiliki kapasitas untuk menilai hasil audit itu, yang berwenang adalah tim Kantor Akuntan Publik (KAP),” kata Rubianto.
Ia menambahkan, permasalahan utama PT JET saat ini adalah beban biaya operasional yang dinilai cukup tinggi. Padahal, menurutnya, laba dari SPBU bisa dihitung secara pasti karena harga dan margin keuntungan sudah ditentukan oleh Pertamina.
“Laba kotor dalam setahun sekitar Rp 2 miliar lebih, namun biaya operasional mencapai Rp 1,7 miliar. Artinya, efisiensi sangat diperlukan di pos biaya operasional, yang mencakup gaji karyawan, pemeliharaan, dan kebutuhan kantor lainnya,” ujarnya.
Terkait penyertaan modal, Rubianto mengatakan Pemkab mengusulkan suntikan dana sebesar Rp 1,665 miliar. Dana tersebut akan digunakan untuk tambahan modal pembelian BBM, perbaikan dispenser, instalasi kelistrikan, serta penggantian pipa bawah tanah yang sudah berusia lebih dari 20 tahun.
“Tambahan modal ini penting untuk menjamin keselamatan dan keberlanjutan usaha. Kalau tidak segera diperbaiki, pipa tua dan kelistrikan bisa menimbulkan risiko kebakaran,” tegas Rubianto.
Ia juga menjelaskan, sejak awal pendirian PT JET pada 2021, Pemkab telah menanamkan investasi sebesar Rp 13,148 miliar. Dari jumlah itu, sekitar Rp 10 miliar berupa aset seperti tanah, gedung dan dispenser. Sisanya digunakan untuk pembelian awal BBM dan kebutuhan operasional awal lainnya.
Dalam satu tahun, PT JET membukukan omzet sekitar Rp 62 miliar. Namun, keterbatasan modal kerja membuat volume penjualan BBM terhambat, terutama ketika harga bahan bakar naik.
“Modal awal hanya Rp 649 juta untuk pembelian BBM. Ketika harga naik, volume kulakan otomatis turun karena modal tidak bertambah. Inilah yang menjadi kendala,” jelasnya.
Rubianto juga menekankan bahwa kebijakan internal perusahaan, termasuk efisiensi operasional, merupakan tanggung jawab direksi dan komisaris sebagai organ utama dalam pengelolaan BUMD berbentuk Perseroda.
“Dalam struktur Perseroda, keputusan berada di tangan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) yang terdiri dari direksi, komisaris dan kuasa pemilik modal, yaitu Bupati. Kami di Setda hanya bertindak sebagai pembina, bukan pengambil keputusan,” tandasnya.
Untuk saat ini, Direktur PT JET dijabat oleh Mardianto, sementara posisi komisaris diisi oleh Anik Suwarni yang juga Asisten III Sekda Trenggalek.
Diimbuhkan Rubianto, pihaknya telah menyiapkan dokumen pendukung pengajuan penyertaan modal, termasuk naskah akademik dan draf peraturan daerah. Proses pembahasan bersama DPRD masih akan berlanjut dengan permintaan data tambahan dari direksi PT JET.
Seperti yang diberitakan sebelumnya omzet penjualan SPBU dalam satu tahun mencapai Rp 60,9 miliar. Dengan margin keuntungan sekitar 3,7 persen, seharusnya laba bersih per tahun bisa mencapai Rp 2,2 miliar. Namun, angka tersebut tidak sebanding dengan setoran PAD sebesar Rp 124 juta.