SUARA TRENGGALEK – Keberadaan pimpinan pondok pesantren Mambaul Hikam yang berlokasi di Desa Sugihan Kecamatan Kampak belum diketahui.
Sebelumnya, pimpinan ponpes tersebut diketahui tidak ada di lokasi saat ratusan warga dan keluarga korban dugaan kekerasan seksual mendatangi ponpes tersebut.
Usaha pagi itu sia-sia dan berlanjut proses mediasi di balai desa Sugihan malam harinya. Namun dari hasil pencarian pihak kepolisian pimpinan ponpes tersebut juga belum membuahkan hasil.
Imam Safii, perwakilan warga, mengungkapkan bahwa meski kecewa, warga menerima penjelasan dari kepolisian. Pihak kepolisian memastikan kasus telah ditangani serius dan sudah naik tahap penyidikan.
“Kasus ini sudah dinaikkan ke penyidikan,” ungkapnya menyampaikan informasidari pihak kepolisian.
Bahkan menurutnya pihak kepolisian telah memberikan jaminan bahwa akan ditindaklanjuti dengan serius. Warga menanti kepastian, dan karena ada keterangan tersebut, mereka akhirnya bersedia membubarkan diri.
Ketua PC GP Ansor Trenggalek, Agus Muhammad Izzudin Zakki yang hadir dalam mediasi mengatakan masyarakat sebenarnya memaksa pelaku dihadirkan.
Namun sesuai aturan hukum hal itu tidak bisa dilakukan secara sembarangan.
“Proses hukum harus dihormati. Setelah penyidikan, pihak yang berwenang akan memanggil pelaku untuk dimintai pertanggungjawaban,” jelas Agus.
Agus juga menegaskan Ansor dan Banser berkomitmen mengawal kasus ini hingga selesai. Harapannya proses hukum bisa segera tuntas dan bisa memberi rasa keadilan kepada korban.
“Kami memastikan bahwa kasus ini tidak akan dimanipulasi atau dipengaruhi oleh pihak-pihak tertentu. Kami mendukung proses hukum berjalan secara adil dan transparan,” tegasnya.
Ratusan aksi massa sebelumnya telah mendatangi ponpes pada Senin, pagi. Setiba di Ponpes, massa meminta pengurus ponpes hadir di balai Desa Sugihan.
Media di balai desa malam (22/9/2024) setelah kedatangan mereka pada siang harinya gagal bertemu pimpinan ponpes.
Aksi massa dipicu dugaan adanya kekerasan seksual oleh salah seorang pengurus ponpes. Perbuatan asusila itu diduga mengakibatkan seorang santriwati hamil.
Di balai desa, massa ditemui perwakilan Polres Trenggalek. Sedangkan pihak ponpes yang dinanti kehadirannya tidak datang.
Pertemuan berlangsung hingga tengah malam. Polisi meminta warga untuk bersabar menunggu hasil proses hukum yang masih berjalan.