SUARA TRENGGALEK – Komisi II DPRD Trenggalek menyoroti kinerja buruk PT Jwalita Energi Trenggalek (JET), sebuah BUMD yang bergerak di bidang SPBU, dalam rapat evaluasi pendapatan daerah, Jumat (11/4/2025).
Ketua Komisi II DPRD Trenggalek, Mugianto, menilai pengelolaan PT JET tidak sebanding dengan modal besar yang digelontorkan pemerintah daerah.
Dari total penyertaan modal dan aset sebesar Rp 13,1 miliar lebih, kontribusi Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari PT JET hanya sekitar Rp 100 juta per tahun.
“Ini bukan untung, tapi buntung. Tahun 2024, PAD dari SPBU hanya sekitar Rp 100 juta dengan modal yang dikelola Rp 13.148.544.235,” tegas Mugianto.
Ia juga mempertanyakan rasionalitas laporan keuangan PT JET, terutama karena perusahaan kembali mendapat tambahan penyertaan modal sebesar Rp 1 miliar beberapa tahun lalu.
Dengan pendapatan bersih bulanan hanya sekitar Rp 160 juta dan pengeluaran Rp 140 juta, keuntungan bersih yang dihasilkan sangat minim.
Lebih lanjut, Komisi II menilai tidak ada perbaikan signifikan dalam kinerja selama tiga tahun masa jabatan direktur PT JET. Bahkan pihaknya menyoroti PT JET akan menambah bidang usaha baru.
“Bidang usaha pokok ini saja masih amburadul, malah akan melakukan pengembangan usaha lainnya. Itu sangat tidak mungkin kami setujui,” imbuhnya.
Mugianto juga menyebut bahwa penjualan BBM PT JET pada 2024 mencapai Rp 60,9 miliar. Namun angka penjualan yang besar itu tidak berbanding lurus dengan kontribusi terhadap kas daerah.
Dengan kondisi ini, ia meminta agar pengelolaan PT JET dievaluasi total dan dilakukan perbaikan sistemik agar aset dan dana daerah tidak terbuang sia-sia.
Tanggapan Direktur PT JET Trenggalek

Sementara itu, menanggapi kritik dari Komisi II, Direktur PT JET, Mardianto Harahap mengungkap bahwa salah satu kendala utama adalah keterbatasan modal dan kondisi peralatan yang sudah usang.
“Dispenser kami sudah tua dan losses kami tinggi. Kerugian karena penyusutan BBM bisa mencapai Rp 200-300 juta. Itu sebabnya kami hanya mampu menyetor PAD Rp 100 juta,” jelasnya.
Mardianto menyebut bahwa margin keuntungan dari Pertamina sudah jelas, namun minimnya modal membuat PT JET kesulitan menebus BBM dalam jumlah besar. Modal yang tersedia saat ini hanya Rp 649 juta, sedangkan untuk membeli BBM dari pertamina dibutuhkan Rp 900 juta hingga Rp 1 miliar.
“Kami butuh tambahan modal Rp 1 miliar untuk peremajaan dispenser dan Rp600 juta untuk tambahan modal kerja. Kalau itu terpenuhi, kami optimistis PAD bisa meningkat menjadi Rp 200-300 juta di tahun 2027,” tuturnya.
Ia juga menegaskan bahwa dispenser rutin dirawat dan ditera setiap tahun, namun usia mesin yang tua menyebabkan takaran BBM sering tidak akurat.
“Dispenser kami sudah diservis rutin, tapi karena tua, sehari setelah diperbaiki sudah kembali tidak stabil. Bahkan, konsumen bisa dapat lebih dari 1 liter,” pungkas Mardianto.