SUARA TRENGGALEK – Menjadi hakim bukan hanya tentang profesi, tetapi juga tentang komitmen menjaga keadilan, meski harus menghadapi tekanan, godaan, hingga ancaman terhadap keluarga.
Ketua Pengadilan Negeri Trenggalek, Dian Nur Pratiwi, membagikan pengalamannya dalam menjaga integritas di tengah segala tantangan tersebut.
Menurut Dian, keteguhan prinsip keadilan menjadi dasar yang membuatnya tetap teguh, meski godaan datang dalam bentuk tawaran suap.
“Godaan itu ada, apalagi kalau menangani perkara besar. Saya pernah dipanggil seseorang yang bilang ada ‘titipan’,” ujar Dian.
Meskipun demikian, ia menegaskan penolakannya terhadap tawaran tersebut, meski harus menghadapi ancaman.
Salah satu ancaman yang ia terima datang dengan menyasar keluarga, “Waktu saya tolak, ada yang bilang, ‘Hati-hati, Bu. Anak-anak ibu sekolah di mana?’ Saya tahu itu ancaman.
Tapi saya yakin, ketika kita benar dan tidak menyimpang, Tuhan akan jaga,” ungkapnya dengan penuh keyakinan.
Dian menjelaskan bahwa tekanan tidak membuatnya goyah. Ia tetap berpegang teguh pada keyakinan bahwa keadilan tak bisa dinegosiasikan. “Keputusan saya bukan hanya dipertanggungjawabkan kepada atasan, tapi juga kepada Allah,” tegasnya.
Sebagai hakim perempuan, Dian juga pernah mengalami diskriminasi, salah satunya ketika menghadiri acara resmi dan diposisikan duduk bersama istri pejabat, bukan di kursi pimpinan.
“Saya bilang, tolong hormati jabatan, bukan jenis kelamin,” ujarnya tegas.
Namun, kepemimpinannya di lingkungan pengadilan berfokus pada pendekatan inklusif dan berbasis hati.
“Saya tidak ingin menciptakan jarak. Kalau bawahan merasa nyaman, mereka akan semangat bekerja. Saya lebih suka memberi contoh daripada hanya memberi perintah,” tambahnya.
Selain berperan sebagai hakim, Dian juga seorang ibu rumah tangga yang harus menjalani konsekuensi dari profesinya yang sering berpindah tempat.
“Sejak awal saya sampaikan, nanti kita akan tinggal terpisah. Tidak bisa satu kota terus karena penempatan saya bisa berpindah-pindah,” katanya mengenang perjanjian dengan suami sebelum ia menjadi hakim.
Meski terpisah, ia tetap menjaga kedekatan emosional dengan keluarga. Keempat anaknya dibiasakan mandiri sejak dini dan diberikan tanggung jawab pribadi.
“Kami tidak lagi menggunakan jasa asisten rumah tangga. Saya melatih anak-anak bertanggung jawab atas urusan mereka sendiri,” jelasnya.
Dalam keseharian, Dian memastikan komunikasi yang hangat dengan anak-anaknya meski jarang bertemu. “Saya bukan hanya ibu, tapi juga teman bagi mereka,” ujarnya.
Di akhir wawancara, Dian menyampaikan pesan kepada perempuan muda, agar tidak takut berkarier dan tetap menjaga pendidikan.
“Perempuan wajib berpendidikan tinggi. Bukan semata untuk karier, tapi karena perempuan adalah madrasah pertama bagi anak-anaknya. Kalau diberi karier, itu bonus,” tutupnya.