SUARA TRENGGALEK – Pertanian masih menjadi sektor yang memiliki potensi ekonomi tertinggi di Bumi Menak Sopal. Sayangnya, kondisi ini belum dapat dimanfaatkan secara optimal lantaran regenerasi petani yang dinilai lambat.
Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Trenggalek, Emil Wahyudiono, menekankan pentingnya peran generasi muda dalam sektor pertanian untuk meningkatkan produktivitas. Ia menjelaskan, Indonesia sudah melewati puncak bonus demografi yang diperkirakan akan habis antara 2030 hingga 2031.
Namun, sektor pertanian masih didominasi oleh kelompok usia tua. “Struktur pelaku usaha pertanian perorangan kita kebanyakan di usia tua,” ujarnya mengacu pada data Sensus Pertanian 2023.
Secara lebih rinci, ia menyebutkan hanya petani dengan usia di bawah 35 tahun tidak lebih dari 10 persen. “Sebanyak 49,77% petani kita berusia 55 tahun ke atas, sementara kelompok usia 45-54 tahun mencapai 24,18%. Sisanya, petani berusia 35-44 tahun mencakup 17,75% dan hanya 8,3% di bawah 35 tahun,” paparnya.
Emil menyebut bahwa regenerasi petani masih minim dan menjadi tantangan besar di Trenggalek. Untuk menarik minat generasi muda, ia menilai perlu adanya pendekatan yang lebih modern, seperti urban farming.
“Pertanian itu sering dilihat sebagai pekerjaan yang ‘repot, berbecek-becek, dan berkotor-kotor’. Tetapi dengan pendekatan urban farming, anak-anak muda bisa lebih tertarik karena lebih cocok untuk mereka,” katanya.
Dirinya juga menggarisbawahi pentingnya teknologi dalam meningkatkan produktivitas pertanian, terutama untuk menghadapi daya saing internasional. Sayangnya, adopsi teknologi di kalangan petani berusia tua cenderung lambat, yang mempengaruhi daya saing produk pertanian Indonesia dibandingkan negara lain.
Dirinya berharap generasi muda bisa mengisi peran ini untuk memaksimalkan potensi pertanian di Trenggalek. “Ketika struktur petani didominasi usia tua, adopsi teknologi menjadi lebih lambat, dan ini mengurangi daya saing kita dibandingkan negara lain yang cepat beradaptasi,” tutupnya.