SUARA TRENGGALEK – Sejumlah tenaga pendamping desa (PD) di Kabupaten Trenggalek, Jawa Timur, terancam tidak bisa mencairkan klaim BPJS Ketenagakerjaan secara penuh selama bekerja setelah pemutusan hubungan kerja (PHK).
Salah satu pendamping desa, Trianto, mengaku menghadapi kendala dalam proses klaim BPJS karena adanya kesalahan data. “Untuk BPJS saya terkendala dan belum bisa diambil karena ada kesalahan nama orang tua yang diganti dalam sistem BPJS,” ujarnya, Senin (6/5/2025).
Ia juga menjelaskan, klaim tidak bisa dilakukan secara langsung setelah PHK karena harus melalui proses perubahan data ke BPJS pusat. “BPJS meminta mengganti nama diusulkan ke BPJS pusat, sedangkan kami juga harus sesuai prosedur lembaga mulai dari Korkab hingga pusat. Ini penanganannya lambat, hampir dua minggu belum selesai,” kata Anto.
Bahkan, dijelaskan Anto biasa disapa menerangkan jika iuran BPJS Ketenagakerjaan milik para pendamping desa terakhir dibayarkan pada 23 Desember 2022. Ia juga menyebutkan bahwa nominal iuran sekitar Rp 86.400 per bulan.
“Bahkan ada yang masuk JHT dan ada yang tidak, jadi ada yang tidak bisa diklaim. Padahal honor kami dipotong otomatis,” ungkapnya.
Ia menyatakan bahwa rekan-rekan sesama pendamping desa juga mengalami persoalan serupa. “Kalau dibayarkan bisa dilihat di aplikasi. Rekan-rekan juga sama,” katanya.
Diketahui sebelumnya, dua tenaga Pendamping Desa (PD) atau Tenaga Pendamping Profesional (TPP) asal Kabupaten Trenggalek diberhentikan oleh Kementerian Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal (Kemendes PDT).
Keduanya diberhentikan karena mencalonkan diri sebagai legislatif (nyaleg) pada Pemilu 2024. Surat pemberhentian tersebut tertanggal 22 April 2025.
Dalam poin g surat PHK dijelaskan bahwa pemberhentian dilakukan karena yang bersangkutan terbukti pernah mencalonkan diri sebagai anggota legislatif tanpa mengundurkan diri atau mengajukan cuti sebagai pendamping profesional, sebagaimana diatur dalam kontrak kerja dengan Kemendes PDT.