SUARA TRENGGALEK – Seminar daring bertema Program Merdeka Mengajar (PMM) di Trenggalek yang memungut biaya Rp 200 ribu per peserta mendapat sorotan tajam dari berbagai pihak, termasuk Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Trenggalek.
Ketua DPC GMNI Trenggalek, M. Sodik Fauzi, menyatakan kegiatan seperti itu berpotensi mengarah pada praktik komersialisasi pendidikan yang membebani guru.
Ia menegaskan bahwa tujuan utama PMM adalah untuk mendukung guru dalam belajar, mengembangkan kompetensi, dan menerapkan Kurikulum Merdeka.
“Kalau akhirnya dimanfaatkan pihak tertentu dengan dalih menghadirkan narasumber pusat lalu menarik biaya mahal, ini bisa menyalahi semangat dasarnya,” ujar Sodik saat dikonfirmasi, Jumat (27/6/2025).
Sodik merespons keluhan sejumlah guru di Trenggalek yang merasa keberatan dengan seminar tersebut, yang tidak digelar langsung oleh pemerintah daerah.
Sebelumnya, Kepala Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga (Dikpora) Trenggalek, Agoes Setiyono, menyatakan bahwa kegiatan tersebut diselenggarakan oleh pihak ketiga dan bersifat tidak wajib.
Namun demikian, Sodik menilai Dinas Pendidikan tetap memiliki tanggung jawab untuk melakukan pengawasan, sesuai amanat Permendikbud Nomor 63 Tahun 2013 tentang Pengawasan Intern Pendidikan.
“Kalau tidak diawasi, bisa muncul kesan pembiaran. Apalagi jika acara tersebut direkomendasikan oleh pejabat, meski katanya tidak wajib,” ujarnya.
Ia juga menekankan pentingnya transparansi dan prinsip sukarela dalam penyelenggaraan pelatihan, sebagaimana diatur dalam Surat Edaran Dirjen GTK Nomor 0099/B1/GT.03.15/2022 tentang pemberdayaan komunitas belajar.
“Menarik biaya boleh, tapi jangan mengklaim sebagai kegiatan resmi dari Dinas Pendidikan atau memaksa guru ikut. Kalau seperti itu, bisa masuk ranah pungli,” tegas Sodik.
Menurutnya, pelatihan bertema PMM yang resmi biasanya disediakan oleh Kemendikbudristek secara gratis melalui platform digital. Karena itu, ia mengingatkan agar pelatihan dari pihak luar tidak serta-merta dianggap setara dalam hal pengakuan sertifikat.
“Guru boleh ikut pelatihan berbayar, tapi penyelenggara harus jujur: apakah sertifikatnya diakui dalam penilaian angka kredit? Apakah narasumbernya kredibel? Jangan hanya bermodalkan flyer dan logo pusat,” ujarnya.
GMNI Trenggalek mendesak Dinas Pendidikan untuk meningkatkan pengawasan terhadap lembaga-lembaga pelatihan yang menyelenggarakan kegiatan serupa.
Sodik menegaskan, dunia pendidikan harus tetap bersih dari praktik-praktik transaksional yang merugikan guru.
“Kompetensi guru itu penting. Tapi harus diakses secara adil. Jangan sampai semangat peningkatan mutu justru melahirkan biaya-biaya tersembunyi yang memberatkan,” pungkasnya.