SUARA TRENGGALEK – Dinas Sosial Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Dinsos P3A) Trenggalek buka suara soal dugaan kekerasan seksual di pondok pesantren Mambaul Hikam yang berlokasi di Desa Sugihan, Kecamatan Kampak.
“Kami telah menerima dan turut mendampingi kasus tersebut sejak enam bulan yang lalu,” ungkap Plt. Kepala Dinsos P3A, Christina Ambarwati Sumarno, Rabu (25/9/2024).
Dijelaskan Christina, pihak Dinsos telah menerima laporan pengaduan tersebut sejak tanggal 25 Maret 2024. Pengaduan masyarakat adanya korban kekerasan seksual yang terjadi di salah satu pondok pesantren.
Ia juga menjelaskan bahwa, pengaduan tersebut dari warga Kecamatan Kampak yang bermula kejadian itu diketahui saat korban memeriksakan diri ke bidan.
“Pada waktu kami temui memang telah ditemukan oleh bidan bahwa telah terjadi kehamilan kurang lebih usia kehamilannya 6 sampai 7 bulan karena tanggal pastinya tidak tahu,” tuturnya.
Selanjutnya setelah itu pihaknya melakukan pendamping hukum untuk melapor ke Polres Trenggalek.
“Tanggalnya lupa, tapi saat itu sepertinya tidak terlalu lama dari jeada waktu usai laporan amasuk ke Dinsos,” sambungnya.
Proses dari 0ihak kepolisian disampaikan Christina bahwa Dinsos P3A diminta untuk menghadirkan psikologi forensik untuk di hadirkan.
“Hasilnya masih belum pasti siapa yang melakukan. Tetapi hanya terduga saja kemudian setelah itu kita fokus kepada korban untuk bersalin,” paparnya.
Pihak keluarga korban merasa tidak puas dan seringkali menanyakan perihal progres penanganan hukumnya pada Dinsos P3A.
“Kami tidak bisa menyampaikan informasi yang lebih karena kita hanya fokus di korban dan bayinya,” terangnya.
Untuk saat ini, pihak Dinsos P3A telah memastikan bahwa korban baik. Namun, korban merasa tidak nyaman lantaran mencuatnya kabar perihal dirinya.
“Psikologis korban tidak nyaman tidak nyaman karena menjadi diperbincangkan oleh banyak orang. Korban juga merasa tidak mendapatkan respon yang cukup atas tuntutan yang diinginkan,” ungkapnya.
Ketika disinggung terkait kehadiran korban beserta bayinya saat masyarakat melakukan aksi di ponpes, pihak Dinsos P3A mengaku tidak tahu-menahu perihal hal tersebut.
“Saya juga tidak tahu proses yang ada di Desa Sugihan itu apakah korban ikut dan bayinya ikut hanya menerima,” pungkas Christina. (*)