SUARA TRENGGALEK – Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kabupaten Trenggalek menganggap rendahnya partisipasi pemilih pada Pilkada Trenggalek 2024 merupakan buah dari sejumlah hal sistemik yang perlu dibereskan oleh KPU Trenggalek.
Imam Maskur selaku Komisioner Bawaslu Divisi Pencegahan, Parmas dan Humas mengatakan ada tujuh faktor dari temuan dan pengawasan yang dilakukannya, sehingga mengakibatkan partisipasi pemilih turun dibanding pilkada sebelumnya.
Faktor pertama, menurut Maskur kurang maksimalnya sosialisasi yang dilakukan KPU Trenggalek terkait pentingnya partisipasi masyarakat dalam menentukan pilihannya di TPS.
Meski telah ada sosialisasi, namun yang telah dilakukan kurang efektif dan mengena sehingga tingkat kehadiran di TPS menurun signifikan.
“Juga tentang minimnya informasi tata cara memilih yang benar yang menyebabkan tingginya suara tidak sah,” tutur Maskur.
Ia menjelaskan faktor kedua adalah sasaran sosialisasi yang dilakukan KPU Trenggalek hanya menyasar kelompok tertentu saja, sehingga terkesan hanya formalitas saja.
Tidak langsung pada masyarakat kalangan bawah, misal diskusi di tingkat desa seperti RT dan RW serta komunitas.
“Ketiga perlunya di bentuk relawan demokrasi untuk menyasar masyarakat secara langsung,” ucap Maskur.
Seharusnya menurut Maskur, para petugas tingkat Desa melakukan kunjungan ke rumah warga atau kelompok sebagai upaya memberikan informasi dan sosialisasi.
Keempat diungkapkan Maskur kurangnya inovasi yang dilakukan KPU Trenggalek dalam peningkatan partisipasi masyarakat yang bisa diterapkan di tingkat TPS atau Desa serta kecamatan.
“Karena masyarakat kita masih butuh rangsangan untuk hadir di TPS, misal inovasi dengan adanya undian nerhadiah bagi yang datang ke TPS,” kata Maskur.
Kelima, dipaparkan Maskur juga tentang peran strategis parpol dalam memberikan pendidikan politik untuk memberikan edukasu politik kepada masyarakat tidak dilakukan secara maksimal.
Juga kurangnya partisipatif tokoh masyarakat serta komunitas untuk menjangkau masyarakat akar rumput sehingga berpengaruh pada partisipasi masyarakat ke TPS.
“Keenam masih banyaknya masyarakat yang berfikir transaksional, ada uang ada barang atau ada uang ada suara,” imbuh Maskur.
Dengan faktor itu, Maskur menerangkan jika pola pikir tersebut mengakibatkan setiap perhelatan pemilu hal tersebut sudah menjadi kebiasaan.
Ketujuh menurutnya tentang pendidikan politik masyarakat dengan potensi yang masih rendah. Terutama tentang latar belakang pendidikan dan pekerjaan masyarakat.
“Itu juga masih turut menyumbang kurangnya partisipasi masyarakat untuk menentukan nasib 5 tahun mendatang,” pungkasnya.
Maskur juga menyampaikan hasil rekap data sementara bahwa dari total daftar pemilih tetap (DPT) sejumlah 591.840, suara sah dan tidak sah sejumlah 370.128. Atau partisipasi pemilih hanya di angka 62,5 persen.
Seperti yang beritakan sebelumnya, KPU Trenggalek menargetkan partisipasi pemilih sekitar 75 persen dari total daftar pemilih tetap (DPT).