SUARA TRENGGALEK – Terdakwa kiai bernama Imam Syafii alias Supar pemilik pondok pesantren Mambaul Hikam di Desa Sugihan, Kecamatan Kampak telah melalui tahap sidang dengan agenda pembacaan putusan oleh majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Trenggalek, Kamis (27/2/2025).
Dalam perkara pelecehan seksual yang mengakibatkan santriwatinya melahirkan seorang bayi laki-laki itu, terdakwa kiai tersebut harus menjalani hukuman penjara 14 tahun dengan denda Rp 200 juta subsider enam bulan penjara.
Terdakwa Imam Syafii alias Supar terpantau tiba di PN Trenggalek pada pukul 10.45. Dirinya tiba dari Rutan Kelas IIB Trenggalek dengan dibawa menggunakan mobil tahanan.
Sebelum masuk ruang sidang, terdakwa menyampaikan dalam kondisi sehat usai ditanya rekan media saat berjalan dikawal petugas menuju ruang sidang.
“Alhamdulillah, Sehat,” kata Imam Syafii alias Supar.
Sidang pembacaan putusan yang dipimpin langsung Ketua PN Trenggalek Dian Nur Pratiwi, dan dimulai sekitar pukul 11.25 wib. Dihadiri terdakwa dan penasehat hukum terdakwa.
Juru bicara Pengadilan Negeri (PN) Trenggalek, Revan Timbul Hamonangan Tambunan mengatakan terdakwa dijerat dengan Pasal 81 ayat 1, 2, dan 3 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, yang telah diperbarui menjadi Perpu Nomor 1 Tahun 2016.
“Terdakwa dijatuhi pidana penjara oleh majelis hakim selama 14 tahun dan denda sejumlah Rp 200 juta, subsider kurungan selama 6 bulan penjara,” ungkapnya.
Terdakwa juga harus membayar restitusi kepada korban sebesar Rp 106,541 yang harus diselesaikan maksimal 30 hari setelah putusan berkekuatan hukum tetap. Nominal tersebut lebih rendah dari yang diajukan korban yaitu Rp 247 juta.
Revan juga menerangkan jika terdakwa tidak membayar restitusi, maka harta bendanya akan disita dan dilelang oleh jaksa. Jika hasil lelang tidak mencukupi, maka akan diganti dengan pidana penjara selama 1 tahun.
Usai majelis hakim membacakan putusan, majelis hakim menyampaikan, terdakwa memiliki waktu tujuh hari untuk pikir-pikir mengajukan proses hukum lanjutan atau tidak.
Saat terdakwa ditanya majelis hakim menerima putusan atau keberatan dengan dengan putusan, terdakwa mengaku merasa keberatan dengan putusan tersebut.
“Saya keberatan, jadi pikir-pikir dulu,” jawab terdakwa Imam Syafii alias Supar.
Melalui tanggapan terdakwa tersebut, majelis hakim pada akhirnya memberikan waktu untuk terdakwa berkomunikasi dengan penasehat hukum untuk menentukan sikap.
“Terdakwa kami beri waktu tujuh hari untuk menentukan pilihannya,” ujar Ketua PN Trenggalek, Dian Nur Pratiwi.
Sementara itu, usai persidangan selesai, Eko selaku penasehat hukum terdakwa menyampaikan terkait hasil vonis tadi pihaknya masih menunggu keputusan keluarga.
“Kami masih menunggu dari keluarga akan melakukan upaya hukum banding atau tidak, kita masih punya waktu 7 hari,” tutur Eko.