TEKNOLOGI

Legislator Novita Hardini Dorong Terapan Industri Teknologi Ramah Lingkungan

×

Legislator Novita Hardini Dorong Terapan Industri Teknologi Ramah Lingkungan

Sebarkan artikel ini
Industri Teknologi
Anggota DPR RI Komisi VII, Novita Hardini.

SUARA TRENGGALEK – Anggota DPR RI Novita Hardini menegaskan arah pembangunan industri nasional harus mengambil lompatan menuju teknologi ramah lingkungan dan kemandirian pasokan bahan baku.

Hal itu ia sampaikan saat kunjungan kerja ke PT Pindad, Kamis (4/12/2025), menyinggung tantangan keberlanjutan industri strategis dan pergeseran tata ruang yang mengurangi lahan produktif.

Novita, legislator perempuan dari Dapil Jatim VII, menyatakan Indonesia tidak boleh lagi bergantung pada model industrialisasi berbasis bahan bakar fosil dan eksploitasi sumber daya alam mentah.

“Teknologi EV tanpa bensin bukan hanya tren global. Ini kebutuhan nasional. Kita harus berinvestasi pada industri masa depan yang lebih bersih, lebih efisien, dan tidak merusak lingkungan,” tegasnya.

Ia menekankan pentingnya membangun rantai pasok bahan baku dalam negeri yang memenuhi standar keberlanjutan agar industri tidak terus terjebak ketergantungan impor.

“Pemasok bahan baku di dalam negeri harus kita siapkan. Standarnya harus hijau, berkelanjutan, dan tidak mengulang kesalahan masa lalu. Kalau tidak, inovasi teknologi kita hanya akan berjalan setengah hati,” ujarnya.

Politisi PDI Perjuangan itu juga menyoroti keberlanjutan PT Pindad dalam jangka panjang. Menurutnya, industri strategis nasional harus memiliki roadmap masa depan yang aman secara bisnis sekaligus ramah lingkungan.

“Pindad ini aset bangsa. Kita harus memastikan industri sebesar itu tidak hanya bertahan hari ini, tapi juga mampu bersaing 20–30 tahun mendatang,” kata dia.

Novita menilai keputusan industri saat ini akan sangat menentukan kondisi lingkungan hidup generasi berikutnya. Ia meminta sektor industri mulai menghitung dampak ekologis secara serius.

Ia juga menyoroti pergeseran prioritas lahan yang berpindah dari industri dan sektor strategis menuju perkebunan sawit. Menurutnya, tren tersebut berpotensi mengancam kedaulatan pangan, keberlanjutan ekologi, dan peluang pengembangan industri masa depan.

“Kalau semua lahan diprioritaskan untuk sawit, kita kehilangan ruang bagi inovasi industri baru. Kita harus seimbang: ekonomi jalan, tapi lingkungan dan masa depan generasi kita tetap terlindungi,” paparnya.

Menghadapi tantangan tata ruang, kebutuhan energi, dan perubahan iklim global, Novita menyebut inovasi teknologi hijau sebagai pilihan paling rasional untuk meningkatkan daya saing industri tanpa merusak lingkungan.

“Industri harus bertransformasi. Kita tidak bisa lagi bergantung pada SDA mentah. Kita harus menciptakan nilai tambah dengan teknologi tinggi dan energi bersih,” tutupnya.