BUDAYA

Tradisi Nyadran Dam Bagong Trenggalek, Bentuk Syukur dan Ketahanan Budaya

×

Tradisi Nyadran Dam Bagong Trenggalek, Bentuk Syukur dan Ketahanan Budaya

Sebarkan artikel ini
Dam Bagong Trenggalek
Prosesi tradisi nyadran dam bagong Trenggalek, dihadiri Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan.

SUARA TRENGGALEK – Tradisi bersih Dam Bagong atau Nyadran tetap berlangsung khidmat meski tanpa kehadiran Bupati Trenggalek yang sedang dinas luar daerah.

Masyarakat menggelar ritual adat itu sebagai bentuk ungkapan syukur sekaligus permohonan keselamatan dan kesejahteraan untuk tahun mendatang.

Usai pelaksanaan tersebut Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Trenggalek, Sunyoto, menyebut tradisi ini adalah warisan budaya yang lahir dari kehendak masyarakat dan dilestarikan secara turun-temurun.

“Bersih Dam Bagong ini adalah ungkapan rasa syukur kepada Tuhan atas limpahan rezeki setahun belakangan, sekaligus permohonan agar Trenggalek ke depan lebih sejahtera, makmur, dan dijauhkan dari bala,” ujar Sunyoto, Jumat (23/5/2025).

Tradisi Nyadran Dam Bagong Trenggalek.

Ia menyebut tradisi tersebut tetap berjalan meski wilayah Trenggalek tengah menghadapi musibah tanah longsor akibat hujan deras. Menurutnya, momen ini menjadi doa bersama agar daerah dijauhkan dari bencana serupa.

“Meskipun Tuhan memberi cobaan berupa hujan yang mengakibatkan longsor dan berdampak ke masyarakat, tradisi ini menjadi momentum refleksi dan doa bersama,” jelasnya.

Sunyoto juga menekankan nilai historis tradisi ini, yang erat kaitannya dengan jasa Ki Ageng Menak Sopal sebagai pelopor pembangunan irigasi Dam Bagong. Ia berharap semangat perjuangan tokoh tersebut tetap hidup dalam semangat gotong royong warga.

“Tradisi ini mengingatkan kita pada perjuangan Ki Ageng Menak Sopal. Semangat gotong royong yang diwariskan harus terus kita jaga,” tegasnya.

Menurutnya, pelaksanaan tradisi tahun ini menunjukkan tingkat kemandirian masyarakat yang meningkat. Meski dukungan dari pemerintah lebih sedikit akibat efisiensi anggaran, masyarakat mampu menjalankan ritual adat ini secara swadaya.

“Tahun ini saya melihat masyarakat lebih mandiri. Meski minim dukungan pemerintah, mereka tetap bisa menjalankan kegiatan ini karena gotong royong,” ungkap Sunyoto.

Ia juga menekankan pentingnya mewariskan nilai-nilai adat kepada generasi muda. Dinas Pariwisata dan Kebudayaan mendorong anak muda untuk mengenali filosofi di balik tradisi yang mengandung nilai kebersamaan dan penghormatan kepada leluhur.

“Kami dorong generasi muda untuk memahami makna di balik tradisi ini. Filosofi budaya Jawa sangat kaya dan perlu digali,” katanya.

Sementara itu, Toni, salah satu warga yang mendapatkan kepala kerbau dalam prosesi adat, mengaku sudah lima kali menerima bagian tersebut. Kepala kerbau biasanya dimasak bersama warga sebagai simbol kebersamaan.

“Sudah lima kali saya dapat kepala kerbau. Biasanya dimasak bareng-bareng,” ujar Toni.

Ia menambahkan, aliran air di Dam Bagong tahun ini lebih deras dari biasanya. “Arusnya deras banget, nggak seperti biasanya,” katanya.