SUARA TRENGGALEK – Tragedi meninggalnya seorang anak di kubangan bekas galian tambang golongan C di Desa Ngentrong, Kecamatan Karangan, Kabupaten Trenggalek, memicu sorotan terhadap lemahnya pengawasan pertambangan di daerah tersebut.
Ketua Komisariat GMNI STKIP Trenggalek, Rian Pirmansyah, mendesak Pemerintah Kabupaten Trenggalek untuk segera mengevaluasi izin tambang yang masih aktif hingga Agustus 2025 itu. Ia menilai keberadaan lubang tambang tanpa pagar dan tanda peringatan sebagai bentuk kelalaian serius.
“Ini bukan semata soal kontrak tambang yang masih aktif. Tapi ini soal kelalaian nyata dalam memberikan perlindungan terhadap warga, terutama anak-anak. Jika lubang itu sudah menimbulkan korban jiwa, maka pengelola tidak bisa lagi bersembunyi di balik masa berlaku izin,” tegas Rian, Kamis (3/7/2025).
Rian mengutip Pasal 35 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 96 Tahun 2021, yang menyebut setiap pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) wajib menjaga keselamatan lingkungan dan masyarakat dari dampak kegiatan pertambangan.
Selain itu, Pasal 14 ayat (5) Permen ESDM Nomor 26 Tahun 2018 mewajibkan pemasangan pagar dan tanda larangan pada lokasi tambang aktif maupun nonaktif.
“Ketidakhadiran pagar dan tanda peringatan di area tambang menunjukkan lemahnya pengawasan teknis dari pemilik tambang, yang dapat dikualifikasikan sebagai kelalaian fatal,” ujar Rian.
Ia juga meminta aparat kepolisian menyelidiki kasus tersebut secara menyeluruh.
“Jika perlu, tetapkan tersangka. Keselamatan warga tidak boleh dikorbankan demi keuntungan pertambangan,” tambahnya.
Sementara itu, Rian juga mengingatkan Dinas PKPLH Trenggalek agar tidak abai terhadap keselamatan publik. Menurut perwakilan GMNI, Sodik, evaluasi dan sanksi administratif seharusnya tidak menunggu jatuhnya korban jiwa.
“Pemkab harus terbuka kepada publik terkait hasil pengawasan dan sanksi yang dijatuhkan kepada pengelola tambang. Kami tidak ingin kasus ini tenggelam seperti lubang yang menelan nyawa,” pungkas Sodik.