SUARA TRENGGALEK – Proyek Strategis Nasional Pembangunan Bendungan Bagong di Trenggalek terus menuai polemik. Dampak negatif yang ditimbulkan terhadap masyarakat sekitar, khususnya di Desa Ngares, Kecamatan Temon, memicu reaksi keras dari Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Trenggalek.
Organisasi mahasiswa ini melayangkan sejumlah tuntutan keras, meminta pemerintah dan pihak pengembang bertanggung jawab penuh atas kerugian yang dialami oleh warga setempat.
Ketua DPC GMNI Trenggalek, Moch. Sodiq Fauzi mengungkapkan bahwa masyarakat di wilayah sungai Temon telah merasakan dampak buruk akibat pembangunan proyek tersebut.
“Masyarakat yang selama ini bergantung pada pertanian terpaksa kehilangan lahan mereka, yang kini tidak bisa digunakan lagi untuk bercocok tanam,” ujarnya.
Dalam situasi tersebut, tambah Sodiq, tidak ada tindakan yang cukup nyata dari pihak pengembang untuk menangani masalah yang muncul, bahkan sering kali masyarakat merasa diabaikan.
Tuntutan tersebut semakin kuat karena GMNI Trenggalek menilai bahwa pihak pengembang tidak mematuhi ketentuan yang sudah diatur dalam analisis mengenai dampak lingkungan hidup (AMDAL).
“Bencana non-alam yang menimpa warga Temon RT 23, Desa Ngares, adalah akibat dari kelalaian dalam pengelolaan limbah dan dampak lingkungan yang tak terkendali,” tegasnya.
Lebih lanjut, GMNI Trenggalek meminta pihak PT terkait, selaku pengembang, untuk segera melakukan normalisasi sungai Temon, yang telah terkontaminasi akibat kegiatan pembangunan. Selain itu, mereka juga mendesak kompensasi yang setimpal bagi warga yang terdampak.
“Masyarakat tidak hanya kehilangan lahan, tetapi juga mata pencaharian. Ini harus segera ditangani secara adil,” ungkapnya.
Bendungan Bagong yang merupakan bagian dari proyek strategis nasional, bertujuan untuk meningkatkan ketersediaan air dan mengendalikan banjir. Namun, dampak langsung terhadap masyarakat di sekitar proyek sangat terasa.
Lahan pertanian yang sebelumnya subur kini terendam, sementara proses pembangunan yang berlangsung tidak sepenuhnya mempertimbangkan dampak sosial dan lingkungan.
Limbah-limbah yang berasal dari proyek ini juga menjadi sumber kekhawatiran, terutama terkait pencemaran sungai yang mengalir di wilayah Temon. Limbah yang dibuang ke sungai, tanpa pengelolaan yang memadai, telah menyebabkan kerusakan yang lebih parah.
“Tidak ada tempat penyimpanan limbah sementara yang disediakan oleh pengembang, sehingga bahan-bahan tersebut langsung mencemari lingkungan,” jelasnya.
Dengan tegas, GMNI Trenggalek menyatakan sikapnya melalui enam tuntutan utama kepada pihak-pihak terkait. Tuntutan tersebut antara lain, mendesak pengembang untuk mematuhi ketentuan AMDAL, segera melakukan normalisasi sungai.
Memberikan kompensasi kepada warga yang terdampak, serta menuntut pemerintah pusat dan kabupaten untuk menindak tegas jika pengembang tidak bertanggung jawab atas kerusakan yang terjadi.
“Seharusnya, perusahaan dan pengembang sudah paham betul bahwa pembangunan yang mengabaikan kelestarian lingkungan hanya akan merugikan banyak pihak, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Kami akan terus memperjuangkan hak-hak masyarakat yang terkena dampak,” tambahnya.
Dalam menghadapi masalah ini, masyarakat dan GMNI Trenggalek berharap agar pemerintah segera turun tangan.
Sebagai langkah awal, mereka menuntut agar pemerintah segera mengkaji ulang dampak proyek ini dan memaksa pengembang untuk memenuhi kewajiban lingkungan yang tertuang dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku.