SUARA TRENGGALEK – Aliansi Rakyat Trenggalek (ART) menggelar kegiatan nonton bareng dan diskusi warga film dokumenter Tambang Emas Ra Ritek di Gedung Serbaguna Kampak, Kamis (29/5/2025).
Kegiatan ini bertujuan membuka ruang bertemu warga lintas kecamatan untuk berbagi pandangan tentang ancaman tambang emas terhadap lingkungan.
Film yang diputar diproduksi secara kolaboratif oleh komunitas Mantrabumi, Serikat Suket, Pers Mahasiswa Jimat, dan Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) Nasional. Isinya mengangkat cerita warga Trenggalek yang menolak kehadiran tambang emas di daerah mereka.
“Film ini merekam cerita warga dari berbagai titik konsesi tambang emas, mulai dari petani, nelayan, perempuan, tokoh agama, seniman hingga anak muda,” jelas Wahyu AO, salah satu penyelenggara kegiatan.
Menurut Wahyu, film juga menyajikan kronologi tambang emas di Trenggalek sejak tahap eksplorasi pada 2005 hingga masuk fase eksploitasi yang dijadwalkan berlangsung hingga 2029.
Ia menyebut pemaparan ini penting agar masyarakat memperoleh informasi menyeluruh dan adil mengenai aktivitas pertambangan.
“Kronologi ini penting disampaikan karena pemerintah tidak selalu memberikan informasi yang jelas kepada masyarakat,” ujarnya.
Acara yang dimulai sejak pukul 20.00 WIB hingga 23.00 WIB itu dihadiri sekitar 100 orang dari berbagai usia dan wilayah di Trenggalek. Selain warga Kampak, hadir pula peserta dari sejumlah kecamatan dan perwakilan komunitas serta organisasi.
Diskusi yang berlangsung seusai pemutaran film menghasilkan satu suara bahwa masyarakat Trenggalek tidak menginginkan tambang emas. Menurut Wahyu, masyarakat merasa cukup dengan kekayaan alam yang ada tanpa harus merusaknya.
“Warga Trenggalek sudah nyaman dengan berkah alam. Tambang emas itu tidak perlu atau ra ritek,” tegasnya.
Wahyu mengungkapkan sempat menghadapi kendala teknis dan nonteknis dalam pelaksanaan kegiatan. Salah satunya adalah penolakan dari pengurus RT setempat yang khawatir akan terjadi gangguan dari pihak yang pro tambang.
“Pintu gedung sempat dikunci sejak siang. Kami baru bisa masuk pukul lima sore,” tuturnya.
Meski begitu, kegiatan berjalan lancar berkat pengamanan dari Banser, Kokam, dan koordinasi dengan Polsek Kampak. Tidak terjadi kerusuhan selama acara berlangsung.