SUARA TRENGGALEK – Perkara dalam kasus kiai pengasuh pondok pesantren (ponpes) yang menghamili santriwati watinya hingga melahirkan bayi di Trenggalek telah menjalani sidang perdana.
Kiai di Kecamatan Kampak tersebut yakni IS alias Supar, terdakwa menjalani sidang perdana di Pengadilan Negeri (PN) Trenggalek. Sidang tersebut berlangsung tertutup. Yakni dengan agenda pembacaan dakwaan yang dipimpin langsung Ketua PN Trenggalek.
“Terdakwa IS hari ini (kemarin, Red) menjalani sidang perdana dengan agenda pembacaan dakwaan,” ujar Kasi Pidana Umum Kejaksaan Negeri (Kejari) Trenggalek, Yan Subiyono, yang turut datang ke PN Trenggalek.
Dalam sidang tersebut, jaksa penuntut umum (JPU) melayangkan lima dakwaan berlapis terhadap terdakwa berdasarkan tiga undang-undang yang relevan.
Dakwaan pertama, Pasal 76 e juncto Pasal 82 ayat 1 dan 2 UU RI Nomor 35 Tahun 2022 tentang Perlindungan Anak, dengan ancaman hukuman penjara minimal 5 tahun dan maksimal 15 tahun.
Dakwaan serupa juga diajukan melalui Pasal 76 d juncto Pasal 81 ayat 1, 2, dan 3 UU RI Nomor 35 Tahun 2014 tentang perubahan UU Perlindungan Anak. Dakwaan berikutnya didasarkan pada Pasal 6 c juncto Pasal 15 ayat 1 huruf b dan g UU RI Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual, dengan ancaman pidana hingga 12 tahun penjara.
Selain itu, Pasal 6 c juncto Pasal 15 ayat 1 huruf d dari undang-undang yang sama juga menjadi dasar dakwaan dengan ancaman serupa. Terakhir, terdakwa didakwa Pasal 294 ayat 1 dan 2 KUHP dengan ancaman maksimal 7 tahun penjara, ditambah sepertiga masa hukuman jika terbukti sebagai pengurus atau pendidik.
“Jadi mencakup tiga undang-undang yang dirancang untuk melindungi anak dan memberikan keadilan bagi korban tindak kekerasan seksual,” ungkap Yan Subiyono.
Dalam sidang tersebut, kuasa hukum terdakwa tidak mengajukan eksepsi atau keberatan terhadap dakwaan JPU. “Meski demikian, kami belum bisa memastikan apakah eksepsi akan diajukan pada agenda pledoi mendatang,” imbuhnya.
Usai pembacaan dakwaan, sidang lanjutan dengan agenda pemeriksaan saksi dijadwalkan segera digelar. Proses hukum terhadap terdakwa menjadi sorotan, mengingat kasus ini menyangkut institusi keagamaan yang menjadi kepercayaan masyarakat.