SUARA TRENGGALEK – Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda) DPRD Trenggalek menunda pembahasan lima rancangan peraturan daerah (ranperda) inisiatif DPRD karena belum melalui tahap harmonisasi di Kanwil Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) Jawa Timur.
Ketua Bapemperda DPRD Trenggalek, Samsul Anam, mengatakan keputusan tersebut diambil untuk memastikan seluruh rancangan perda sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.
“Lima ranperda inisiatif dari DPRD ini perlu ditunda dulu karena belum diharmonisasi oleh Kanwil Kemenkumham Jawa Timur,” ujar Samsul usai rapat bersama Bagian Hukum, Asisten III, dan Badan Keuangan Daerah (Bakeuda), Senin (27/10/2025).
Selain itu, Bapemperda juga memberi pertimbangan terhadap perubahan Perda Nomor 1 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Barang Milik Daerah, yang merupakan konsekuensi dari terbitnya Permendagri Nomor 9 Tahun 2019 dan Permendagri Nomor 7 Tahun 2024.
“Ini bagian dari tugas Bapemperda, yaitu memberikan pertimbangan sebelum perda tersebut dinotakan oleh bupati,” jelas Samsul.
Ia menambahkan, sesuai Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 dan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2022, setiap ranperda dari legislatif wajib melalui harmonisasi oleh Kemenkumham.
Proses itu melibatkan verifikasi, rujukan asas hukum, serta penyesuaian norma agar perda tidak bertentangan dengan regulasi di atasnya.
“Prosesnya memang memerlukan waktu, tapi kami terus berkoordinasi dengan Kanwil agar segera diverifikasi. Karena perda inisiatif dari teman-teman DPRD ini sifatnya urgent dan perlu segera diselesaikan,” tuturnya.
Samsul menjelaskan, dari total 16 ranperda yang masuk dalam Program Pembentukan Perda (Propemperda) 2025, DPRD Trenggalek telah menyelesaikan tujuh ranperda. Lima ranperda masih menunggu hasil harmonisasi, sedangkan sisanya masih dalam tahap pembahasan.
Ia menegaskan, Bapemperda tidak ingin terburu-buru dalam penyusunan regulasi, terutama yang berkaitan dengan desa.
DPRD memilih menunda pembahasan perda desa karena masih menunggu Peraturan Pemerintah (PP) turunan dari Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2024 tentang Perubahan atas UU Desa.
“Kami tidak berani melanjutkan pembahasan perda terkait desa sebelum PP-nya turun, supaya tidak bertentangan dengan aturan yang ada di atasnya,” pungkasnya.











