SUARA TRENGGALEK – Polemik penggunaan sound horeg dalam berbagai acara hiburan masyarakat, khususnya pada perayaan Hari Besar Nasional (PHBN) di bulan Agustus, terus menuai respons.
Salah satunya datang dari Pimpinan Daerah Muhammadiyah Trenggalek yang menyatakan dukungan terhadap fatwa haram yang dikeluarkan salah satu pondok pesantren dan telah diperkuat oleh Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Timur.
Ketua PD Muhammadiyah Trenggalek, Wicaksono, menegaskan bahwa pihaknya secara pribadi maupun institusi mendukung fatwa tersebut karena dinilai memiliki dampak positif bagi masyarakat.
“Muhammadiyah mendukung fatwa yang jelas-jelas untuk kebaikan bersama. Walaupun hanya sebatas imbauan moral dan tidak memiliki bobot hukum positif, kalau disikapi dengan kesadaran, fatwa ini bisa lebih bermakna dari sekadar pasal-pasal hukum,” kata Wicaksono, Selasa (15/7/2025).
Ia menyebut, imbauan dari MUI memang tidak mengikat secara hukum, sehingga biasanya hanya akan diikuti oleh pihak-pihak yang sepakat. Namun, menurutnya, substansi fatwa tersebut seharusnya dapat menjadi pedoman moral dalam kehidupan bermasyarakat.
“Kami tahu fatwa itu tidak punya kekuatan hukum, sehingga yang setuju ya ikut, yang tidak ya tidak. Tapi jika digunakan sebagai pedoman, tentu ada nilai tambahnya,” ujarnya.
Lebih lanjut, Wicaksono menyampaikan keprihatinannya terhadap potensi dampak negatif penggunaan sound horeg, terutama saat pelaksanaan kegiatan Agustusan. Ia menyoroti kegiatan hiburan yang kerap mengganggu waktu ibadah, khususnya salat.
“Bukan rahasia lagi, kadang kegiatan itu mengalahkan jadwal salat. Maka kami pernah sampaikan juga ke Kesbangpol agar perayaan Agustusan tidak menimbulkan dampak negatif,” tambahnya.
Menanggapi fatwa MUI soal sound horeg, Wicaksono menekankan pentingnya pendekatan solusi bersama yang mempertimbangkan semua kepentingan.
“Harus dicari titik temu. Semua pihak yang punya kepentingan harus saling memperhatikan. Untuk sound horeg dalam acara Agustusan, kami tidak melarang total, tapi dibatasi agar tidak menimbulkan dampak sosial berlebih,” tegasnya.
Ia berharap hiburan tetap bisa berjalan, namun tanpa mengorbankan nilai-nilai keagamaan dan ketertiban umum.