PERISTIWA

Minim Literasi Keuangan Jadi Celah Masyarakat Trenggalek Terjebak Koperasi Bermasalah

×

Minim Literasi Keuangan Jadi Celah Masyarakat Trenggalek Terjebak Koperasi Bermasalah

Sebarkan artikel ini
Koperasi Madani Trenggalek
Situasi anggota koperasi syariah madani melakukan unjuk rasa di depan gedung DPRD Trenggalek.

SUARA TRENGGALEK – Rendahnya literasi keuangan di masyarakat dinilai menjadi salah satu penyebab maraknya kasus investasi bermasalah, termasuk pada koperasi simpan pinjam yang menjanjikan imbal hasil tinggi tanpa risiko.

Pemerhati pengelolaan keuangan di Trenggalek, Akhmad Nur Khoiri, menyampaikan bahwa kasus kredit macet yang menimpa salah satu KSPPS di Trenggalek menjadi peringatan penting akan lemahnya manajemen internal dan rendahnya prinsip kehati-hatian dalam pengelolaan dana.

“Kredit macet yang mencapai 96 persen itu mencerminkan kegagalan koperasi dalam menjaga tata kelola yang sehat,” ujar Khoiri saat ditemui, Minggu (13/7/2025).

Khoiri mengingatkan masyarakat untuk tidak mudah tergiur dengan janji imbal hasil tinggi dari lembaga keuangan, khususnya koperasi yang belum terbukti kredibilitas dan transparansinya.

“Kalau ada koperasi menjanjikan imbal hasil tinggi tanpa risiko, itu perlu dicurigai. Prinsip dasarnya, semakin tinggi imbalan, semakin tinggi pula risikonya,” tegasnya.

Menurutnya, masyarakat wajib memastikan koperasi yang dipilih telah terdaftar resmi di Kementerian Koperasi dan UKM serta rutin menggelar Rapat Anggota Tahunan (RAT).

Bahkan legalitas dan keterbukaan laporan keuangan menjadi indikator penting bagi kesehatan lembaga tersebut.

“Masyarakat harus lebih teliti. Ketik saja nama koperasinya, lihat apakah ada berita soal gagal bayar atau macet. Kalau banyak keluhan, lebih baik urungkan niat,” imbuhnya.

Khoiri juga menjelaskan prinsip dasar manajemen keuangan pribadi yang sehat dan aman. Ia menyarankan agar setiap orang membuat peta aset dan kewajiban sebelum memutuskan alokasi dana.

“Misalnya seseorang punya dana Rp 200 juta. Jangan semua ditaruh di koperasi. Jangan taruh seluruh aset hanya di satu tempat,” katanya.

Ia menyarankan agar dana dibagi dengan proporsi tertentu, seperti 10–20 persen untuk dana darurat, 30–40 persen dialokasikan ke reksa dana syariah atau sukuk, dan sisanya bisa diinvestasikan ke emas, deposito syariah, atau tabungan berencana.

“Prinsipnya, jangan pernah taruh semua telur di satu keranjang. Diversifikasi aset ini penting agar keuangan tetap aman meski satu instrumen mengalami gangguan,” jelasnya.

Khoiri juga menekankan agar masyarakat hanya menggunakan lembaga keuangan atau platform resmi yang diawasi oleh otoritas seperti Otoritas Jasa Keuangan (OJK) atau Lembaga Penjamin Simpanan (LPS).

“Amankan dulu asetnya, baru pikirkan keuntungan. Jangan dibalik. Lebih baik untung sedikit tapi tenang, daripada dikejar janji manis lalu dana hilang,” pungkasnya.