SUARA TRENGGALEK – Perubahan iklim yang kian terasa di Indonesia mulai berdampak serius pada sektor pertanian. Krisis iklim yang melanda Indonesia ini tak lepas dari pengaruhnya global.
Perubahan cuaca yang tidak menentu dan suhu ekstrem menyebabkan petani kesulitan menentukan waktu tanam, sehingga mengancam produktivitas serta ketahanan pangan nasional.
Guru Besar Universitas Jember, Prof. Soetriono, menyatakan krisis iklim yang melanda Indonesia tidak terlepas dari pengaruh global. Salah satu dampak yang paling dirasakan, kata dia, adalah perubahan pola tanam yang mulai dialami petani di berbagai daerah.
“Dalam satu tahun, biasanya petani bisa menerapkan sistem tanam dua hingga tiga kali. Tapi sekarang, mereka pasti berpikir ulang kapan harus menanam,” ujarnya, Kamis (22/5/2025).
Ia menjelaskan, meskipun petani telah memahami sistem tanam berbasis prediksi cuaca, cepatnya perubahan iklim membuat risiko gagal panen semakin tinggi.
“Perubahan iklim yang cepat sangat mengganggu dan memengaruhi sistem tanam. Ketidakpastian cuaca membuat petani kesulitan merencanakan waktu tanam dan panen secara optimal,” jelasnya.
Prof. Soetriono menilai, situasi ini membutuhkan perhatian serius dari pemerintah melalui dukungan kebijakan dan subsidi yang berpihak kepada petani. “Kondisi seperti ini bisa dibantu dengan adanya subsidi dan kebijakan yang berpihak kepada petani,” tegasnya.
Sebagai akademisi, ia menegaskan pentingnya peran perguruan tinggi dalam mendampingi petani menghadapi tantangan perubahan iklim. Di wilayah Jawa Timur, Universitas Jember aktif memberikan edukasi kepada petani.
“Kami mengedukasi petani agar menggunakan benih yang tersertifikasi dan mendorong pemakaian pupuk organik. Meskipun belum bisa seratus persen, kami tetap memperhatikan keseimbangan unsur hara tanah,” tuturnya.
Upaya tersebut, lanjutnya, diharapkan dapat membantu petani beradaptasi dengan perubahan iklim dan menjaga keberlanjutan produksi pertanian di masa depan.