PENDIDIKAN

Kontroversi PP Kontrasepsi Pelajar, Guru Bertanya Kemenkes Menepis

×

Kontroversi PP Kontrasepsi Pelajar, Guru Bertanya Kemenkes Menepis

Sebarkan artikel ini

SUARA TRENGGALEK – Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 tahun 2024 tentang kontrasepsi bagi siswa dan remaja menuai tanggapan pro dan kontra.

PP tersebut diterbitkan, Sabtu (27/7/2024), merupakan aturan turunan dari Undang-Undang Nomor 17 tahun 2023 Tetang Kesehatan.

Dikutip dari rri.co.id Wakil Ketua Komisi X DPR Abdul Fikri Faqih menilai, PP tersebut perlu dievaluasi hingga direvisi.

Ia menyebut aturan tersebut justru berdampak buruk pada perilaku seks remaja dibandingkan tujuan menyosialisasikan pembelajaran seks.

Tidak sejalan dengan amanat pendidikan nasional yang berasaskan budi pekerti luhur dan menjunjung tinggi norma agama.

“Alih-alih menyosialisasikan risiko perilaku seks bebas kepada usia remaja, malah menyediakan alatnya, ini nalarnya ke mana.” ungkap Fikri kepada wartawan di Jakarta, pada Senin (5/8/2024).

Dari sisi pendidikan, Fikri justru mendorong, konseling sekolah bagi siswa dan remaja terkait edukasi kesehatan dan fungsi reproduksi. Ia menekankan, konseling pendidikan seks kepada siswa dan remaja perlu pendekatan norma agama dan nilai pekerti budaya ketimuran.

Tradisi turun temurun kita adalah mematuhi perintah agama dalam hal menjaga hubungan dengan lawan jenis dan resiko penyakit menular yang menyertainya.

“Salah langkah kalau kita malah mengkhianati tujuan besar pendidikan nasional yang sudah kita cita-citakan bersama.” katanya.

Sementara itu, Anggota Komisi IX DPR yang membidangi kesehatan Netty Prasetiyani menilai, PP tersebut dapat menimbulkan dampak negatif. Ia mengatakan, aturan tersebut dapat dianggap sebagai pembolehan hubungan seks pada anak usia sekolah dan remaja.

“Pasal 103 ayat 4 disebutkan bahwa dalam hal pelayanan kesehatan reproduksi bagi siswa dan remaja ada penyebutan penyediaan alat kontrasepsi. Apakah dimaksudkan untuk memfasilitasi hubungan seksual di luar pernikahan.” kata Netty.

Dari ranah kesehatan, Netty justru mendorong pendidikan seks sesuai dengan usia serta mengikuti tuntutan agama dan budaya Indonesia. Ia mendesak, agar PP tersebut dapat dikaji ulang untuk dilakukan revisi dengan melibatkan sejumlah pihak terkait.

“Harus ada kejelasan soal edukasi seputar hubungan seksual yang mana tidak boleh terlepas dari nilai-nilai agama dan budaya yang dianut bangsa. Maksud dan tujuan dilakukannya edukasi perilaku seksual yang sehat, aman dan bertanggungj awab ini mengarah pada pembolehan seks sebelum nikah.” harap Netty.

Dikutip dari PP tersebut, dalam pasal 103 menjelaskan upaya mewujudkan kesehatan sistem reproduksi anak sekolah dan remaja. Mereka diwajibkan mendapat edukasi kesehatan reproduksi, mulai dari mengetahui sistem, fungsi, hingga proses reproduksi manusia.

Anggota Komisi VIII DPR yang membidangi keagamaan, Lukman Hakim menilai PP tersebut bertolak belakang dengan prinsip keagamaan. Ia mengatakan, aturan tersebut dapat berpotensi menimbulkan persepsi pelegalan terhadap aktivitas seks bebas atau seks di luar nikah.

“Ini berpotensi mempromosikan pemikiran bahwa hubungan seksual di usia muda adalah hal yang dapat diterima, asalkan dilakukan dengan penggunaan kontrasepsi. Tanpa memberikan cukup penekanan pada risiko dan konsekuensi jangka panjang dari perilaku seksual prematur.” papar Lukman.

Dipertanyakan Guru

Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) mempertanyakan metode penyediaan alat kontrasepsi yang bakal diberikan pemerintah kepada siswa dan remaja. Karena itu, Pemerintah melalui Kementerian Kesehatan (Kemenkes) diharapkan memberikan penjelasan terkait persoalan ini.

“Penyediaan dalam bentuk seperti apa, siswa akan dibagikan alat kontasepsi? Jika siswa dibagikan alat kontrasepsi, bagi seorang guru itu seperti memberikan sebuah kewenangan kepada para peserta didik kita,” kata Sekjen Pengurus Besar PGRI, Dudung Abdul Qodir saat berbincang dengan PRO3 RRI, Selasa (6/8/2024).

Dudung mengkhawatirkan, generasi penerus bangsa terancam masa depannya. Jika sampai, tidak mendapatkan penjelasan rinci oleh pemerintah terkait pasal 103 ayat 4 dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28/2024

Tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan (UU Kesehatan). “Generasi kita akan berbahaya kalau sampai nanti mendapatkan hal yang tidak sewajarnya,” ujarnya. 

“Dalam proses pembuatan perundang-undangan yang akan berdampak pada pelajar. Harusnya merangkul organisasi profesi (terkait).”

Jangan sampai karena peraturan itu, kata Dudung, psikologis dan perkembangan anak terganggu. Karenanya, PGRI menyarankan, pemerintah menunda pemberian alat kontrasepsi sekaligus merevisi PP tersebut.

“Saya berpikiran positif kepada pemerintah, tetapi ayo segera dilaksanakan, karena tidak mungkin pemerintah membagikan alat kontrasepsi kepada pelajar. Sangat tidak mungkin, secara bahasanya, disiapkan alat kontrasepsi, penyediaan alat kontrasepsi, penyediaan tersebut sebagai alat edukasi atau apa?” katanya.

Kemenkes Tepis Tafsir Fasilitasi Seks Bebas

Kepala Biro Komunikasi Publik Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Siti Nadia Tarmizi membantah, soal anggapan PP itu memfasilitasi seks bebas (di luar pernikahan). Sebab, menurut Nadia, pelayanan kontrasepsi tidak untuk semua remaja. 

“Pelayanan tersebut ditujukan untuk pasangan muda yang sudah terikat pernikahan. Terutama yang ingin menunda kehamilan sampai usianya cukup untuk hamil,” kata Nadia, dalam perbincangan dengan Pro l3 RRI, Senin (5/8/2024).

Pasalnya, lanjut Nadia, hamil dan melahirkan pada usia yang belum cukup sangat berisiko bagi ibu dan anak. Risiko kematian ibu saat melahirkan dan stunting bagi anak yang dilahirkan berpotensi besar terjadi.

“Jadi, remaja dalam kondisi tertentu inilah yang difasilitasi penyediaan alat kontrasepsinya agar memilki akses lebih mudah. Tidak semua pelajar atau remaja bisa mendapatkannya dengan mudah, ada syarat khususnya,” kata Nadia dalam perbincangan dengan Pro 3 RRI, Senin (5/8/2024).

“Jadi, baik itu pil KB, kondom, dan lainnya, khusus untuk pelajar atau remaja yang sudah menikah. Kan ada juga, anak-anak masih muda dan sekolah di berbagai daerah, setelah menstruasi dinikahkan oleh keluarganya.”

Namun, Nadia menilai, wajar jika pasal 103 ayat 4 huruf e dalam PP tersebut menimbulkan berbagai multitafsir. Pasalnya, belum ada penjelasan rinci ayat per ayat PP tersebut.

Penjelasan rincinya, kata dia, akan dituangkan dalam Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) yang sedang disiapkan. Perihal ini, Nadia mengharapkan, semua pihak bersabar dan tidak menafsirkannya masing-masing terlebih dahulu.

“Intinya sangat jauh sekali jika pemerintah disebut malah menyediakan sarananya agar pelajar dan remaja melakukan seks bebas. Justru kita sedang menggencarkan edukasi bahayanya pernikahan usia dini dan perilaku seks menyimpang,” ujar Nadia

Pemerintah akhirnya mengatur ketentuan pemberian alat kontrasepsi bagi siswa dan remaja. Hal tersebut tertuang dalam Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 2024 terkait pelaksanaan Undang-Undang No 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan.

Pasal 103 menyebut soal upaya Kesehatan sistem reproduksi anak sekolah. Anak usia sekolah dan remaja diwajibkan mendapat edukasi Kesehatan reproduksi mulai dari mengetahui sistem, fungsi, hingga proses reproduksi.

Adapun pelayanan kontrasepsi tercantum dalam pasal 103 ayat 4 dengan detail seperti berikut:

a. deteksi dini penyakit atau skrining;
b. pengobatan;
c. rehabilitasi;
d. konseling; dan
e. penyediaan alat kontrasepsi


Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *