SUARA TRENGGALEK – Ketua Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Peradi Trenggalek, Haris Yudhianto, menyoroti sejumlah persoalan penegakan hukum dalam momentum Hari Bhakti Adhyaksa yang jatuh pada 22 Juli 2025.
Sebagai organisasi profesi advokat berdasarkan amanah Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003, Haris menegaskan bahwa Peradi memiliki peran sebagai penegak hukum yang membela kepentingan masyarakat.
Menurutnya, harapan Peradi terhadap kejaksaan pada dasarnya mewakili aspirasi masyarakat. “Harapan masyarakat kepada kejaksaan ada empat poin penting,” ujar Haris kepada awak media.
Pertama kata Haris, kejaksaan harus kembali kepada khitahnya sebagai penegak hukum yang tidak hanya menjalankan hukum secara tekstual, tetapi juga menjunjung tinggi keadilan substantif.
“Kerap kali kejaksaan dianggap sudah menjalankan tugas, namun masyarakat tetap merasa tidak mendapatkan keadilan,” ujarnya.
Kedua, Haris menyoroti tingkat kepuasan publik terhadap kinerja kejaksaan yang masih rendah. Ia menyebut pembentukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) salah satunya dilatarbelakangi ketidakpuasan terhadap kejaksaan dan kepolisian.
“Menurut sejumlah survei, kinerja kejaksaan masih di bawah 50 persen. Ini menandakan masih jauhnya harapan masyarakat terhadap aparat penegak hukum,” ujarnya.
Ketiga, Haris menyinggung praktik kriminalisasi kebijakan sebagai alat politik. Ia mencontohkan kasus yang menimpa eks Menteri Perdagangan Thomas Lembong yang dinilai dijerat pasal korupsi tanpa bukti kerugian negara yang kuat.
“Dalam putusan, tidak ada kerugian negara yang terbukti nyata. Hanya potensi kerugian. Selain itu, unsur memperkaya diri sendiri juga tidak terpenuhi karena yang diuntungkan adalah perusahaan, bukan pribadi,” jelasnya.
Ia menambahkan, kewenangan menteri dalam memberi izin merupakan hak yang dijamin undang-undang. Oleh karena itu, proses hukum terhadap kebijakan menteri seharusnya tidak serta-merta dianggap pelanggaran.
Keempat, Haris mengkritisi kesenjangan tuntutan antarperkara. Ia mencontohkan perkara judi online di Trenggalek yang menjerat pelaku dengan nominal kecil namun dituntut dua tahun penjara.
“Pelaku judi online dituntut tinggi, sementara pihak yang memiliki kewenangan membuka akses justru tak mendapatkan tuntutan setimpal. Masyarakat kecil menjadi korban dari lemahnya pengawasan pemerintah,” ujarnya.
Hari juga berharap Kejaksaan dapat lebih adil dalam menangani perkara dan menghindari penegakan hukum yang justru merugikan rakyat kecil.
“Kalau perkara-perkara seperti ini bisa diminimalkan, dan keadilan ditegakkan, saya yakin citra kejaksaan akan terangkat lebih baik di mata masyarakat,” pungkas Haris.