SUARA TRENGGALEK – Pemerintah pusat telah menetapkan aturan baru yang memperbolehkan pengadaan barang dan jasa tanpa lelang hingga Rp 400 juta melalui Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 46 Tahun 2025.
Meski demikian, kebijakan tersebut saat kini belum diterapkan dalam pelaksanaan pengajuan pokok pikiran (Pokir) di DPRD Trenggalek hasil dari serap aspirasi anggota DPRD.
Ketua Komisi III DPRD Trenggalek, Wahyudianto, menyebut bahwa keterbatasan anggaran daerah dan belum siapnya regulasi teknis menjadi faktor utama belum diimplementasikannya aturan tersebut.
“Setahu saya, untuk Pokir belum diterapkan. Jangankan pengadaan langsung Rp 400 juta, anggaran kita saja untuk infrastruktur masih sangat minim,” ujar Wahyudianto, Rabu (17/7/2025).
Dirinya juga menyampaikan jika dalam rencana perubahan APBD 2025 ini, belum ada usulan pokir yang sampai ke angka itu. Memang ada kenaikan, sebelumnya batas maksimal pengadaan langsung tanpa tender hanya Rp 200 juta.
Kenaikan menjadi Rp 400 juta tersebut berlaku setelah adanya Surat Edaran Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) Nomor 1 Tahun 2025. Namun, Wahyudianto menegaskan bahwa setiap penerapan kebijakan pusat harus disesuaikan dengan kondisi daerah.
“Masalah penerapan, tergantung kesiapan APBD. Karena biasanya regulasi baru itu tidak serta-merta langsung diimplementasikan, ada tahap adaptasi dan kesiapan anggaran,” katanya.
Menurutnya, selain keterbatasan anggaran, penyesuaian administrasi dan kebijakan teknis di tingkat daerah juga menjadi pertimbangan. Ia memperkirakan implementasi kebijakan tersebut baru bisa dilakukan paling cepat pada tahun depan.
Bahkan Yudi sapaan akrabnya menyampaikan bahwa saat ini dalam pelaksanaan program pokok pikiran atau pokir DPRD belum sampai memanfaatkan kebijakan tersebut.
“Kita lihat saja nanti di tahun depan, apakah sudah memungkinkan atau belum. Karena barang baru itu biasanya butuh proses. Tidak bisa langsung diterapkan begitu saja,” imbuhnya.
Yudi berharap pengadaan langsung hingga Rp 400 juta dinilai dapat mempercepat realisasi proyek-proyek kecil dan menengah, sekaligus membuka peluang lebih besar bagi pelaku usaha lokal untuk terlibat dalam pengadaan pemerintah.
Namun, keterbatasan fiskal daerah menjadi kendala utama. “Tapi ya kondisi keuangan kita saat ini sangat terbatas,” pungkas Wahyudianto.