SUARA TRENGGALEK – Dewan Pimpinan Cabang Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (DPC GMNI) Trenggalek mengecam dugaan pembungkaman suara masyarakat dalam pelaksanaan program Makan Bergizi Gratis atau MBG di sejumlah sekolah.
Pernyataan sikap itu disampaikan Sekretaris GMNI Trenggalek, Ramadhan Agung Prasetya, Senin (29/9/2025). Dengan menyoroti upaya pembungkaman di salah satu sekolah menengah pertama (SMP) di wilayahnya.
Ramdhan biasa disapa menyampaikan beberapa kekecewaan atas pembungkaman halus di media sosial serta terbitnya surat resmi di SMP Negeri 1 Trenggalek tertanggal 22 September 2025 yang meminta orang tua siswa tidak mengunggah keluhan kualitas makanan MBG di media sosial.
Organisasi mahasiswa tersebut menilai imbauan itu sebagai pelemahan ruang kritik. Ia juga mempertanyakan keberpihakan sekolah dengan adanya tanda tangan serta stempel resmi dari Kepala Sekolah.
“Dalam masyarakat demokratis, kritik di ruang publik adalah alat kontrol sosial yang sah. Menghimbau agar rakyat tidak bersuara di ruang publik adalah bentuk pembungkaman yang sistematis,” tegas Ramdhan sapaan akrabnya.
Selain itu, Randhan juga mengungkap sejumlah tanggapan bernada intimidatif di media sosial terhadap beberapa orang tua murid yang mengeluhkan kualitas makanan dari dapur MBG.

Isi surat resmi larangan mengunggah foto menu mbg dari SMPN 1 Trenggalek
Sorotan Menu MBG di Trenggalek
Dalam komentar salah satu media sosial yang kami temukan, akun bernama @Rizza menyampaikan keluhan sederhana “hari ke-2 MBG discolahan anakku SMK Pogalan ya Allah kata anakku ayamnya paittt bnyak anak yg gak dimakan”
Namun, alih-alih mendapat empati, yang ia dapat malah komentar seperti ini oleh akun @estngtyass “maaf Bu, klo mau protes jgn dsni , mndng protes ke sklhan jgn ke medsos , plis etika dijga, ngga dksih tau anknya y klo mau protes kesklh Isng”
Lebih lagi pernyataan tersebut seperti disangkal oleh beberapa pernyataan lainnya, terdapat keluhan dari akun bernama @Putry “anak ku TK pernah dapat lauk ayam yg bacin, pernah protes lewat toktok SPPG nya malah d hapus komentar nya”
Juga akun bernama @ufabimahri yang menuliskan bahwa “saya dm sppgnya kayaknya dibaca aja enggak”
Dari penilaian media sosial tersebut, Ramdhan menyikapi jika komentar tersebut bukan sekedar saran, tapi bentuk intimidasi halus terhadap suara rakyat. Seolah-olah menyuarakan kebenaran di media sosial adalah tindakan tidak beretika.
Padahal, yang tidak beretika justru adalah mereka yang menyediakan makanan tidak layak
untuk dikonsumsi anak-anak sekolah. “Jangan balikkan fakta. Yang seharusnya dimintai
etika adalah para penyedia layanan publik yang tidak profesional, bukan mereka yang
bersuara,” jelasnya.
Bahkan ia yang juga melakukan penilaian di media sosial tersbut menemukan beberapa akun warganet yang melaporkan anak-anaknya menerima makanan dengan rasa tidak layak hingga lauk yang berbau tidak sedap, namun komentar mereka justru dihapus atau dibalas dengan pernyataan yang dianggap menekan.
Ramdhan menilai hal ini sebagai bentuk pengabaian terhadap hak masyarakat untuk menyuarakan pendapat. “Yang seharusnya dimintai etika adalah penyedia layanan publik yang tidak profesional, bukan rakyat yang bersuara,” lanjut pernyataan itu.
Dalam sikap resminya, GMNI Trenggalek menyampaikan lima poin tuntutan:
- Mengecam keras dugaan pembungkaman terhadap orang tua siswa yang menyampaikan kritik di media sosial.
- Menuntut evaluasi menyeluruh terhadap pihak penyedia MBG serta membuka saluran pengaduan yang responsif.
- Meminta sekolah menarik kembali imbauan yang melarang kritik di media sosial.
- Mendorong orang tua dan siswa tidak takut bersuara.
- Mengajak seluruh cabang GMNI di daerah mengawal pelaksanaan MBG di sekolah.
Ramdhan kembali menegaskan kritik adalah bentuk cinta terhadap masa depan generasi bangsa. “Jika negara, sekolah, atau siapa pun tidak siap menerima kritik, maka merekalah yang sedang mencederai cita-cita reformasi dan demokrasi itu sendiri,” pungkas Ramadhan.
Saat berita ini diterbitkan, tim redaksi Suara Trenggalek telah berusaha melakukan konfirmasi dengan menghubungi pihak sekolah.