SUARA TRENGGALEK – Proses penetapan tersangka dan penahanan S pimpinan pondok pesantren di Kecamatan Kampak telah dilakukan Polres Trenggalek.
Dalam proses penyidikan, pihak kepolisian menegaskan jika dalam tahap pemeriksaan atas kasus dugaan kekerasan seksual yang dilakukan S tidak memerlukan tes DNA.
Sebelumnya ramai di bicarakan bahwa proses tes DNA akan dilakukan, mengingat korban kekerasan seksual oleh S sudah hamil dan melahirkan bayi.
Kasat Reskrim Polres Trenggalek AKP Zainul Abidin menyampaikan bahwa untuk kasus ini konteksnya tidak perlu dilakukan tes DNA, karena tes DNA ini adalah mencari siapa bapak biologisnya.
“Jadi tidak perlu tes DNA untuk tahapan proses tersebut,” tuturnya, Kamis (3/10/2024).
Lebih jelas AKP Zainul menerangkan alasan tersebut karena korban hanya mengakui bahwa melakukan persetubuhan itu hanya dengan yang bersangkutan atau tersangka S itu, jadi tidak perlu tes DNA.
Dalam hal ini, AKP Zainul juga mengatakan bahwa telah ada 9 saksi yang diperiksa. Sedangkan untuk persangkaan pasal akan di terapkan undang-undang TPKS dan UU perlindungan terhadap anak.
“Karena waktu kejadian pada kronologi, kekerasan seksual dilakukan saat korban masih anak-anak hingga sudah dewasa,” ucapnya.
Diimbuhkan AKP Zainul, kejadian itu dalam kronologi berulang-ulang, dimulai sejak tahun 2022 perbuatan kekerasan seksual tersebut terjadi.
Hingga korban beranjak di tahun 2023, untuk kronologi kejadian kekerasan seksual langsung terjadi begitu saja. Namun dalam prosesnya akan tetap di pisahkan, sesuai dengan petunjuk jaksa gelar perkara kemarin.
“Jadi ini berulang, mulai tahun 2022 hingga 2023,” pungkasnya.
Seperti yang diberitakan sebelumnya, tersangka S yang merupakan pimpinan pondok pesantren di Kecamatan Kampak telah ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan di Polres Trenggalek.
Kasus tersebut dugaan kekerasan seksual atas santriwatinya yang mengalami hamil hingga melahirkan bayi. Sedangkan korban telah mendapatkan pendamping dari pihak terkait.