SUARA TRENGGALEK – Nasib pendidikan siswi berinisial N yang menjadi pemicu kasus pemukulan guru seni budaya SMPN 1 Trenggalek oleh kakaknya, hingga kini belum jelas.
Rencana kepindahannya ke salah satu SMP di Kecamatan Ngrayun, Kabupaten Ponorogo, masih tertunda karena sekolah tujuan belum memberi keputusan resmi.
Kepala SMPN 1 Trenggalek, Mokhamad Amir Mahmud mengatakan pihaknya masih menunggu hasil koordinasi antara sekolah di Ngrayun dan Dinas Pendidikan Ponorogo. Hingga Jumat (7/11/2025), permohonan pindah yang diajukan keluarga N belum mendapat tindak lanjut.
“Sampai hari ini, siswi yang bersangkutan belum mendapat sekolah baru. Orang tuanya sudah mengajukan permohonan pindah, tapi belum ada kabar lanjutan,” kata Amir kepada wartawan.
Amir menjelaskan, keluarga N menginginkan lingkungan baru agar anaknya bisa kembali fokus belajar. Namun karena prosesnya lintas kabupaten, sekolah tujuan belum bisa langsung menerima sebelum ada izin dari Dinas Pendidikan setempat.
“Sekolah di Ngrayun masih menunggu koordinasi dengan Kepala Dinas Pendidikan Ponorogo. Karena ini lintas kabupaten, kami harus mengikuti prosedur resmi,” jelasnya.
Meski muncul kabar bahwa sekolah di Ponorogo menolak permohonan pindah N, Amir enggan menanggapi isu tersebut.
Ia menegaskan bahwa SMPN 1 Trenggalek tetap berkomitmen menjaga hak belajar N tanpa mengaitkan kasus yang melibatkan keluarganya.
“Kalau nanti N tidak jadi pindah dan tetap di SMPN 1 Trenggalek, kami siap menerimanya. Bagaimanapun, dia tetap anak yang berhak mendapatkan pendidikan,” tegas Amir.
Ia menambahkan, proses perpindahan siswa antar sekolah memerlukan surat kesediaan dari sekolah penerima. Setelah surat itu diterbitkan, sekolah asal baru bisa melepas data siswa dari sistem Dapodik (Data Pokok Pendidikan).
“Kalau sekolah tujuan sudah siap, kami akan langsung memproses dan melepas datanya. Tapi kalau belum, statusnya tetap siswa kami,” ujarnya.
Kasus ini bermula ketika guru Seni Budaya, Eko Prayitno, menegur N karena bermain ponsel di kelas. Teguran itu memicu kemarahan keluarga.
Kakak N, Awang Krisna Aji Pratama, kemudian mendatangi rumah Eko dan memukulnya di depan istri serta anak korban.
Polisi telah menetapkan Awang sebagai tersangka dan menahannya di Mapolres Trenggalek.
Ia dijerat Pasal 351 ayat (1) KUHP tentang penganiayaan, dengan ancaman hukuman maksimal dua tahun delapan bulan penjara.
Kasus ini menunjukkan bahwa kekerasan di lingkungan pendidikan tidak hanya berdampak pada korban, tetapi juga menyisakan persoalan sosial dan administratif yang panjang.











