PERISTIWA

Pelaku Usaha Trenggalek Ancam Gelar Aksi, Hearing PKL Dinilai Sarat Kepentingan Pribadi

×

Pelaku Usaha Trenggalek Ancam Gelar Aksi, Hearing PKL Dinilai Sarat Kepentingan Pribadi

Sebarkan artikel ini
PKL Trenggalek
Perwakilan PKL Trenggalek saat mendatangi kantor relawan suket teki.

SUARA TRENGGALEK – Sejumlah Pedagang Kaki Lima (PKL) di Kabupaten Trenggalek menyampaikan kekecewaan atas terbitnya Surat Edaran (SE) Bupati Trenggalek Nomor 1327 Tahun 2025 yang membatalkan seluruh kegiatan event dan melarang aktivitas di kawasan alun-alun selama bulan Agustus.

Para PKL yang setuju adanya event menilai kebijakan tersebut merupakan dampak dari hearing yang dilakukan oleh sekelompok pedagang ke DPRD Trenggalek beberapa waktu lalu.

Seperti yang diberitakan sebelumnya, dalam forum tersebut, sekelompok PKL melakukan hearing karena mempersoalkan biaya sewa tenda yang diberlakukan oleh event organizer (EO) selaku penyelenggara kegiatan Agustus mendatang.

Namun, mediasi yang difasilitasi pemerintah antara PKL dan kelompok EO tidak membuahkan hasil. Akhirnya, pemerintah menerbitkan surat edaran yang ditandatangani langsung oleh Bupati Trenggalek tertanggal 24 Juli 2025.

Dalam surat itu disebutkan bahwa selama Agustus, kawasan alun-alun akan disterilkan dari kegiatan event dan aktivitas PKL, kecuali untuk kegiatan resmi Pemerintah Kabupaten Trenggalek seperti HUT Kemerdekaan RI dan Hari Jadi.

PKL Trenggalek Ancam Gelar Aksi

PKL Trenggalek saat dikonfirmasi awak media.

Muhammad Ghofir, salah satu PKL yang sudah berjualan di alun-alun lebih dari 10 tahun, menyatakan kesedihannya. Ia menilai alun-alun adalah satu-satunya tempat mencari nafkah bagi banyak pedagang kecil.

“Saya dan kawan-kawan merasa kecewa. Kerja kami ya cuma di alun-alun. Kalau event dibatalkan, bagaimana nasib kami? Kadang sehari cuma dapat Rp10.000, tapi tetap kami syukuri. Kami hanya ingin bisa tetap berjualan dan mencari nafkah,” ujar Ghofir, Jumat (25/7/2025).

Ghofir dan pkl lainnya membenarkan bahwa dirinya meminta bantuan relawan suket teki, serta berharap pemerintah menghidupkan kembali event Agustus, bukan justru membatalkannya. Menurutnya, langkah menutup aktivitas usaha rakyat kecil seperti PKL tidak mencerminkan keadilan sosial.

Sementara itu Ketua Relawan Suket Teki Trenggalek, Trimo Dwi Cahyono menyampaikan bahwa pihaknya menerima banyak keluhan dari para PKL atas pembatalan event tersebut. Relawan Suket Teki juga diminta oleh para PKL untuk menyuarakan tuntutan mereka kepada pemerintah.

“PKL meminta kami untuk menyampaikan aspirasi mereka. Mereka kecewa karena merasa dirugikan akibat keputusan yang diambil hanya berdasarkan hearing kelompok tertentu yang tidak mewakili semua PKL di Trenggalek,” kata Trimo.

Trimo menyebut bahwa mayoritas PKL justru telah mendaftar dan membayar uang muka (DP) kepada pihak EO sebagai bukti dukungan terhadap event yang akan digelar. Saat ini mereka merasa dirugikan atas pembatalan tersebut.

Hearing PKL Tak Mewakili Mayoritas

“Kalau memang mereka tidak setuju dengan event berbayar, ya tidak usah daftar. Tapi faktanya banyak yang sudah daftar dan bayar uang muka atau DP. Itu bukti para PKL setuju,” tegasnya.

Dirinya juga menyampaikan jika para PKL menuntut pihak EO dan pemerintah mengembalikan uang muka yang sudah dikeluarkan. Jika tidak ada tanggapan, minggu depan akan ada aksi dengan ribuan masa pelaku usaha.

Trimo menegaskan akan menggelar aksi besar-besaran jika tidak ada tanggapan dari pemerintah. “Kalau tidak ada respon, minggu depan kami akan gelar aksi. Bisa sampai 5.000 orang pelaku usaha. Ini akan melibatkan PKL, tukang parkir, pelaku seni, perias dan pelaku usaha lainnya,” ujar Trimo.

Lanjut Trimo, juga mempertanyakan dasar pengambilan keputusan pembatalan event yang menurutnya hanya didasari hearing dari kelompok terbatas yang tidak mewakili seluruh PKL.

Bahkan ia juga menilai pemerintah salah dalam melihat track record para PKL yang menggelar hearing di DPRD. Diakuinya bahwa telah memantau situasi dan mempelajari di lapangan mereka yang hearing ada tendensi kepentingan pribadi dan kelompok.

“Kami melihat hearing itu sarat kepentingan kelompok dan pribadi. Dampaknya, justru lebih banyak PKL yang dirugikan,” pungkas Trimo.