SUARA TRENGGALEK – Pemerintah Kabupaten Trenggalek meluncurkan program Sangu Sampah sebagai upaya menekan emisi karbon sekaligus membangun karakter peduli lingkungan sejak usia sekolah. Program ini menjadi bagian dari strategi daerah untuk mencapai target Net Zero Carbon 2045.
Bupati Trenggalek Mochamad Nur Arifin mengatakan, berdasarkan penghitungan emisi daerah, sektor energi menyumbang sekitar 42 persen, pertanian 40 persen, sampah 16 persen, dan sisanya dari sektor industri serta lainnya. Dari sisi serapan karbon, lajunya justru menurun sehingga Trenggalek masih mencatat surplus emisi sekitar 115 ribu ton CO₂ ekuivalen.
“Angka itu setara dengan menanam sekitar 130 hektare mangrove atau menyelesaikan 80 persen persoalan sampah. Maka pilihan yang paling mungkin dan berada dalam kendali kita adalah sektor sampah,” ujar Arifin, Kamis (18/12/2025).
Ia mengakui keterbatasan fiskal daerah menjadi tantangan, mengingat teknologi pengolahan sampah membutuhkan biaya besar dan kerja sama pihak ketiga sering disertai kewajiban tipping fee. Dari kondisi itu, muncul gagasan menjadikan sampah sebagai sumber nilai ekonomi melalui pemilahan sejak awal.
“Kalau harus menggaji pasukan kuning dalam jumlah besar, kami tidak mampu. Maka ini kami dorong sebagai pembangunan karakter. Yang disasar pertama adalah siswa,” katanya.

Melalui program Sangu Sampah, siswa diajak memilah sampah sebagai pendidikan karakter cinta lingkungan. Program ini didukung aplikasi digital untuk meningkatkan literasi digital dan mendorong inklusi keuangan, karena nilai ekonomi sampah akan dikembalikan kepada siswa dalam bentuk uang saku.
Program menyasar seluruh jenjang pendidikan. Untuk SMA dan perguruan tinggi, setiap siswa menggunakan satu akun dan satu rekening. Sementara untuk SD dan pondok pesantren, akun dapat dikelola guru, wali murid, komite sekolah, atau pengurus pondok.
Jenis sampah yang dikumpulkan mencakup delapan kategori, antara lain plastik kemasan, plastik saset, kaca, kain, logam, elektronik, dan minyak jelantah. Sampah akan diambil jaringan TPS 3R, bank sampah, hingga offtaker untuk diproses lebih lanjut.
Nilai ekonomi sampah dihitung setiap tiga bulan setelah dikurangi biaya operasional. Sebagian hasil disetorkan ke Pendapatan Asli Daerah (PAD), sementara sisanya dibagikan kepada siswa berdasarkan poin yang diperoleh.
Sementara itu, siswi SMAN 2 Trenggalek Humairah Setya mengatakan, kegiatan menabung sampah di sekolahnya telah berjalan setiap Jumat dengan penimbangan dan input data melalui aplikasi.
“Saya berharap program ini dapat meningkatkan kreativitas dan semangat siswa dari SD hingga SMA untuk menabung sampah,” pungkasnya.











