SUARA TRENGGALEK – Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Trenggalek menegaskan komitmennya memperbaiki tata kelola keuangan daerah usai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menemukan sejumlah potensi penyimpangan dalam evaluasi terbaru.
Sekretaris Daerah (Sekda) Trenggalek, Edy Soepriyanto, mengatakan hasil evaluasi tersebut menjadi bentuk pembinaan dan peringatan dini yang harus segera ditindaklanjuti untuk menciptakan sistem anggaran yang lebih transparan dan akuntabel.
“Evaluasi ini bagian dari pembinaan. Semua kabupaten dan kota menjalani proses yang sama. Jika sebelumnya ada kesalahan administratif, ke depan kami pastikan tidak akan mengulanginya,” tegas Edy saat ditemui di Kantor Bupati Trenggalek, Jumat (24/10/2025).
KPK melalui program Rapor Kritis Tata Kelola Keuangan Daerah mengungkap adanya potensi penyimpangan di Trenggalek, di antaranya usulan pokok-pokok pikiran (pokir) DPRD yang rawan disalahgunakan.
Pengelolaan hibah dan bansos yang tidak efisien, serta dominasi penyedia luar daerah dalam proyek pengadaan barang dan jasa senilai Rp45 miliar.
Menanggapi hal itu, Pemkab Trenggalek memandang langkah KPK sebagai momentum introspeksi untuk memperbaiki sistem pemerintahan dan menutup celah praktik korupsi.
“Kami menjadikan temuan KPK sebagai bahan introspeksi bersama. Kalau ada pokir yang berpotensi menimbulkan masalah hukum, tentu kami akan memperbaikinya bersama-sama,” ujar Edy.
Ia menjelaskan, sebagian besar catatan KPK bersifat administratif dan prosedural. Namun kelemahan administrasi, kata dia, bisa membuka peluang penyimpangan jika tidak segera diperbaiki.
“Kebanyakan catatan menyangkut administrasi. Kalau format atau alur verifikasi masih salah, kami akan menyesuaikannya dengan petunjuk teknis yang benar. Semua perangkat daerah wajib bekerja lebih cermat,” imbuhnya.
Sebagai tindak lanjut, Pemkab Trenggalek menyiapkan sejumlah langkah perbaikan, di antaranya:
Memperketat verifikasi pokir DPRD agar setiap usulan sesuai prosedur.
Mengawasi penggunaan dana hibah dan bansos secara lebih ketat dan terbuka.
Menyesuaikan sistem pengadaan barang dan jasa (PBJ) dengan Peraturan Presiden Nomor 46 Tahun 2025, termasuk penerapan analisis harga dan mini kompetisi untuk memastikan lelang lebih adil dan efisien.
“Kami memperkuat SOP di semua OPD, terutama yang mengelola anggaran besar. Kami juga mendorong keterbukaan data dan digitalisasi sistem agar masyarakat bisa ikut mengawasi,” kata Edy.
Sebelumnya, Kepala Satgas Korsup KPK Wilayah Jawa Timur, Wahyudi, menyebut pihaknya masih menemukan pola rawan korupsi di Trenggalek, seperti penjatahan dalam pokir DPRD, duplikasi penerima hibah dan bansos, serta dominasi kontraktor luar daerah.
“Setelah kami telaah, indikasi penjatahan dalam usulan pokir masih kami temukan. Kondisi ini bisa menimbulkan konflik kepentingan dan inefisiensi anggaran,” ujar Wahyudi saat rapat di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta.
KPK juga meminta Pemkab segera menetapkan Peraturan Kepala Daerah (Perkada) sebagai dasar hukum penyaluran bansos dan hibah, serta menindaklanjuti hasil audit Inspektorat secara terbuka.
Edy menegaskan, hasil evaluasi KPK akan dijadikan pedoman utama dalam pembenahan tata kelola keuangan daerah agar lebih transparan dan disiplin.
“Kami menjadikan hasil evaluasi ini sebagai peta jalan untuk memperkuat budaya antikorupsi di semua level birokrasi,” pungkasnya.











