SUARA TRENGGALEK – Beberapa pihak menyoroti anjloknya partisipasi pemilih pada Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Trenggalek tahun 2024, meski anggaran terbilang cukup besar dibanding tahun sebelumnya.
Dari target 75 persen partisipasi pemilih, alhasil realisasi partisipasi pemilih pada Pilkada 2024 di angka 62,51 persen. Angka tersebut turun dibanding Pilkada 2020 yang mencapai 67,9 persen.
Komisioner KPU Trenggalek Divisi Sosialisasi Pendidikan Pemilih, Partisipasi Masyarakat, dan Sumber Daya Manusia, Imam Nurhadi mengatakan bahwa dalam hal ini sosialisasi oleh KPU sudah dilakukan secara maksimal.
“KPU sudah sosialisasi sampai tingkat TPS, bahkan di masjid dan musala. Sosialisasi sesuai standar KPU, dan anggaran yang digunakan juga optimal,” ungkapnya, (4/12/2024).
Nuha biasa disapa juga menerangkan, terkait efektivitas sosialisasi yang dianggap tidak tepat sasaran, termasuk dari Bawaslu dan beberapa partai, KPU telah meresponnya.
KPU juga menyayangkan pernyataan Bawaslu terkait inovasi yang mereka maksud, seperti pemberian hadiah. Dalam regulasi, tidak bisa dipertanggungjawabkan.
“Memilih adalah hak, bukan sesuatu yang harus diberi stimulus,” ucapnya.
Apalagi soal anggaran, bahwa sosialisasi telah sesuai dengan porsinya. Bahkan KPU Provinsi telah menyarankan jika anggaran untuk sosialisasi minimal di angka 18 persen. Tapi yang terpakai hanya sekitar empat sampai enam persen.
“Anggaran sosialisasi ini disediakan sekitar Rp 6-7 miliar, dan terpakai sekitar Rp 4-5 miliar,” terang Nuha.
Nuha juga mnambahkan jika faktor lain yang mempengaruhi partisipasi pemilih salah satunya hanya ada satu pasangan calon (paslo) yakni Ipin-Syah.
Selain itu juga adanya pengurangan jumlah Tempat Pemungutan Suara (TPS), serta kendala distribusi surat pemberitahuan.
“Dari situ pada pilkada tahun ini ada penurunan sekitar 5,39 persen dibanding pilkada sebelumnya. Padahal target kami sekitar 75 persen,” paparnya.
Nuha juga menyampaikan berkurangnya jumlah TPS menjadi salah satu penyebab. Jumlah TPS berpengaruh dekat atau jauhnya jarak yang ditempuh pemilih untuk datang. Itu terlihat pada Pilkada tahun ini, ada 1.115 TPS.
Sedangkan pada 2020 ada 1.550 TPS. Dimungkinkan kondisi tersebut membuat distribusi surat pemberitahuan (C6) tidak merata dan banyaknya pemilih yang tidak kembali ke daerah asal untuk mencoblos juga menjadi kendala.
“Ada C6 pemberitahuan yang tidak terdistribusikan, berbagai faktor seperti ada yang meninggal, pindah pilih, juga ada yang tidak mau pulang untuk menggunakan hak pilih. Jadi hal itu kami anggap cukup mempengaruhi,” paparnya.