PENDIDIKAN

Ketimpangan Kualitas dan Sistem Zonasi di Trenggalek Sebabkan Sekolah Minim Pendaftar

×

Ketimpangan Kualitas dan Sistem Zonasi di Trenggalek Sebabkan Sekolah Minim Pendaftar

Sebarkan artikel ini
SD Negeri Trenggalek
Situasi SD Negeri di Trenggalek yang hanya mendapat satu murid pada SPMB 2025.

SUARA TRENGGALEK – Sejumlah Sekolah Negeri di Kabupaten Trenggalek mencatat jumlah pendaftar yang sangat rendah pada Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) tahun ajaran 2025/2026. Bahkan, ada sekolah yang tidak mendapatkan murid sama sekali.

Data yang dihimpun Suara Trenggalek mencatat, SDN 1 Gembleb di Kecamatan Pogalan hanya menerima dua siswa baru. Kondisi serupa terjadi di SDN 1 Sawahan, Kecamatan Watulimo.

SDN 1 Kendalrejo di Kecamatan Durenan hanya mendapat satu pendaftar, sedangkan SDN 3 Sumurup di Kecamatan Bendungan tidak memperoleh murid sama sekali.

Menanggapi hal ini, Dewan Pendidikan Kabupaten Trenggalek menyampaikan keprihatinan mendalam. Haris Yudhianto, perwakilan Dewan Pendidikan, menilai persoalan ini merupakan akumulasi dari kebijakan pendidikan yang tidak tepat sasaran.

“Masalah utamanya ada tiga: kesenjangan geografis dan ekonomi, kualitas guru dan fasilitas yang tidak merata, serta sistem pendidikan yang masih banyak celah,” kata Haris, Rabu (16/7/2025).

Ia menyebut pembangunan sekolah selama ini kerap tidak mempertimbangkan kebutuhan riil dan lokasi strategis, sehingga muncul ketimpangan jumlah murid.

“Banyak sekolah yang seharusnya tidak perlu dibangun, tapi tetap dipaksakan. Letak geografisnya tidak strategis, tapi tetap dilaksanakan,” ujarnya.

Haris juga menyoroti disparitas kualitas pengajaran dan fasilitas antarsekolah. Menurutnya, masyarakat cenderung memilih sekolah yang memiliki reputasi dan mutu pendidikan lebih baik, meskipun jaraknya lebih jauh.

“Pemerintah belum mampu memberikan kualitas yang setara di semua sekolah. Wajar jika orang tua lebih memilih sekolah yang dianggap bagus daripada sekolah terdekat,” imbuhnya.

Sistem zonasi PPDB turut menjadi sorotan. Haris menyebut sistem tersebut masih memiliki banyak celah karena sekolah favorit tetap bisa diakses oleh calon siswa dari luar zona.

“Sistem zonasi banyak disiasati. Sekolah favorit tetap bisa diakses meski sudah ada sistem zonasi. Sementara sekolah lain makin ditinggalkan,” ujarnya.

Di sisi lain, diterangkan Haris bahwa sistem pendaftaran berbasis daring juga dianggap menyulitkan sebagian masyarakat yang belum terbiasa dengan teknologi digital.

Menghadapi kompleksitas persoalan ini, Haris mendorong pemerintah daerah melakukan evaluasi menyeluruh terhadap kebijakan pendidikan, khususnya dalam aspek pembangunan, mutu pendidikan, dan sistem zonasi PPDB.

Salah satu solusi yang ditawarkan adalah penggabungan atau regruping sekolah. Namun, Haris menyadari langkah itu juga memiliki tantangan.

“Regruping memang jadi solusi pemerintah, tapi kalau tidak dilakukan, pembiayaan sekolah tetap jalan meski tidak ada siswanya. Ini pemborosan,” jelasnya.

Haris menegaskan pentingnya kajian mendalam dari pemerintah terhadap berbagai faktor penyebab penurunan jumlah murid, agar kebijakan pendidikan ke depan lebih tepat sasaran dan efisien.