SUARA TRENGGALEK – Pemerintah melalui Badan Gizi Nasional (BGN) akan menerbitkan petunjuk teknis (juknis) terbaru Program Makan Bergizi Gratis (MBG) pada Oktober 2025.
Aturan baru ini mengatur secara rinci mulai kuota dapur MBG atau Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG), hingga standar memasak dan keamanan pangan.
Langkah ini diambil sebagai respons terhadap berbagai persoalan di lapangan, seperti kasus keracunan makanan dan ketidakefisienan operasional.
Juknis baru tersebut akan melengkapi Peraturan Presiden (Perpres) Tata Kelola MBG yang segera diterbitkan.
Program MBG diluncurkan sejak Januari 2025 dengan tujuan meningkatkan status gizi anak sekolah, ibu hamil, dan balita.
Hingga kuartal ketiga 2025, program ini telah menjangkau 4,89 juta penerima manfaat melalui 1.716 SPPG di 38 provinsi. Pemerintah menargetkan 82,9 juta penerima manfaat hingga akhir tahun melalui 32.000 SPPG.
Direktur Utama BGN, Dadan Hindayana, menyebutkan bahwa pengaturan kuota menjadi salah satu poin penting dalam juknis baru.
Setiap SPPG kini hanya boleh memasak maksimal 2.000 porsi per hari, turun dari batas sebelumnya yang mencapai 3.000 porsi.
“Pengurangan ini dilakukan agar kualitas makanan tetap terjaga dan tidak ada beban berlebih di dapur produksi,” ujar Dadan.
Penerapan aturan baru dilakukan bertahap, mulai uji coba di 500 hingga 937 SPPG pada Januari–Februari 2025, meningkat menjadi 2.000 SPPG pada April, dan mencapai 5.000 SPPG pada Juli 2025.
Untuk kelompok non-sekolah seperti ibu hamil dan balita dalam radius enam kilometer dari dapur MBG, kuota tetap disesuaikan dengan kapasitas total harian. Pemberian makanan dilakukan selama 220 hari sekolah efektif per tahun.
Sementara itu, Wakil Kepala BGN Nanik S. Deyang menegaskan, juknis baru juga mengatur jam operasional dapur. SPPG dilarang memasak sebelum pukul 00.00 dan dianjurkan mulai pukul 02.00 pagi agar pengiriman pukul 06.00 tetap segar.
“Larangan memasak malam hari diterapkan untuk menjaga kesehatan pekerja dan mencegah risiko kontaminasi akibat makanan yang disimpan terlalu lama,” ujarnya.
Selain waktu memasak, juknis juga mewajibkan penerapan Lima Kunci Keamanan Pangan WHO, yaitu menjaga kebersihan alat dan bahan.
Memisahkan bahan mentah dan matang, memasak hingga suhu aman, menjaga suhu penyimpanan, serta menggunakan air bersih dan bahan layak konsumsi.
Sebagai respons terhadap kasus keracunan akibat air tercemar, BGN juga mewajibkan dapur yang belum memenuhi standar Kemenkes untuk menggunakan air galon sementara waktu.
Dengan aturan baru ini, pemerintah berharap pelaksanaan MBG menjadi lebih transparan, akuntabel, dan efisien.
Ombudsman Kalimantan Utara pun mendorong BGN memperkuat prosedur pengemasan dan distribusi agar keamanan pangan lebih terjamin.
Program MBG yang semula menuai pro dan kontra kini diharapkan menjadi model intervensi gizi nasional yang efektif, sekaligus mendorong ekonomi lokal melalui rantai pasok bahan pangan.











