PERISTIWA

Jejak Jalur Kereta Api di Trenggalek, Beroperasi Hanya Satu Dekade

×

Jejak Jalur Kereta Api di Trenggalek, Beroperasi Hanya Satu Dekade

Sebarkan artikel ini
Kereta api
Istimewa

SUARA TRENGGALEK – Jalur kereta api atau trem yang pernah menghubungkan antara Tulungagung–Trenggalek–Tugu pada masa kolonial Belanda menjadi bagian penting dari sejarah transportasi di Jawa Timur.

Jalur sepanjang 48 kilometer ini dibangun Staatsspoorwegen (SS) untuk mendukung mobilitas penumpang dan pengangkutan hasil bumi, namun resmi ditutup pada 1 November 1932.

Pembangunan jalur trem tersebut dimulai berdasarkan Undang-Undang 6 Juni 1919 Staatsblad Nomor 312 dan dilakukan bertahap. Segmen Tulungagung–Campurdarat sepanjang 14 kilometer rampung pada 15 Juli 1921.

Selanjutnya Campurdarat–Trenggalek sepanjang 25 kilometer selesai 1 Juli 1922. Tahap terakhir Trenggalek–Tugu sepanjang 9 kilometer selesai 3 Januari 1923.

Trem ini menggunakan rel selebar 1.067 mm dengan kecepatan rata-rata 30–40 km/jam. Saat beroperasi, tersedia tiga kelas penumpang dengan pembagian berdasarkan strata sosial kolonial.

Fungsi Trem di Trenggalek

Selain itu, trem berfungsi mengangkut komoditas perkebunan seperti kopi, gula, karet, teh, hingga kerajinan khas Trenggalek.

Pada 1926, jalur tersebut cukup ramai dengan tiga perjalanan pulang-pergi per hari. Perjalanan dari Tulungagung ke Tugu ditempuh sekitar 2,5 jam, sedangkan dari Trenggalek ke Tugu sekitar 30 menit.

Namun, jalur ini hanya bertahan satu dekade. Penutupannya dipicu krisis ekonomi global 1930-an, persaingan dengan bus, biaya perawatan tinggi akibat kerusakan banjir, hingga pembongkaran rel oleh Jepang pada masa pendudukan.

Pasca-kemerdekaan, segmen Tulungagung–Campurdarat sempat difungsikan kembali untuk angkutan gamping dan gula, tetapi akhirnya ditutup permanen pada 1970-an.

Jejak Fisik Jalur Kereta Api

Jejak fisik jalur trem kini sulit ditemukan. Beberapa peninggalan masih tersisa, seperti pondasi jembatan di Sumbergedong dan Tugu, bangunan SMPN 1 Tugu yang diduga bekas Stasiun Tugu, serta watertoren di Campurdarat. Selain itu, patok aset PT KAI juga pernah ditemukan di Tulungagung meski jalur ini tidak lagi tercatat sebagai aset resmi.

Saat ini, Trenggalek tidak memiliki stasiun aktif. Warga harus menggunakan Stasiun Tulungagung yang berjarak 30–40 kilometer jika ingin bepergian dengan kereta. Moda transportasi bus seperti PO Harapan Jaya, Bagong, dan Pelita Indah menjadi alternatif utama masyarakat.

Meski tak lagi relevan secara ekonomi, jalur trem Tulungagung–Trenggalek–Tugu tetap menjadi bagian dari identitas sejarah Trenggalek. Jalur ini menjadi saksi bagaimana transportasi kolonial pernah berperan dalam mendukung perekonomian dan konektivitas wilayah pedalaman Jawa Timur.