PERISTIWA

Asosiasi PKL Trenggalek Bakal Lakukan Koordinator Soal Larangan Kegiatan di Alun-alun

×

Asosiasi PKL Trenggalek Bakal Lakukan Koordinator Soal Larangan Kegiatan di Alun-alun

Sebarkan artikel ini
APKLI Trenggalek
Para pedagang saat berada di posko relawan suket teki, menyampaikan aspirasi kepada APKLI.

SUARA TRENGGALEK – Asosiasi Pedagang Kaki Lima Indonesia (APKLI) Kabupaten Trenggalek menyatakan siap mendampingi pedagang kaki lima (PKL) dan pelaku UMKM yang terdampak kebijakan pelarangan kegiatan di Alun-Alun Trenggalek. Kebijakan tersebut tertuang dalam surat edaran yang belakangan menuai protes dari para pedagang.

Ketua APKLI Trenggalek, Haryo Heru Sulaksono menyebut pihaknya telah menerima pengaduan dari sejumlah PKL yang merasa dirugikan atas larangan tersebut. Ia menegaskan APKLI akan berupaya agar kegiatan ekonomi masyarakat tetap berjalan, khususnya dalam momentum budaya dan sejarah seperti peringatan hari jadi daerah.

“Teman-teman PKL akhirnya minta perlindungan ke kita karena dianggap sebagai bapaknya. Tadi sudah ketemu, sudah ada jawaban dan permintaan mereka kita tampung. Kita siap untuk tetap membantu kegiatan itu supaya bisa terus berjalan,” ujar Haryo, Senin (28/7/2025).

APKLI, lanjut Haryo memilih menempuh jalur koordinasi terlebih dahulu dengan pihak terkait seperti Pemkab Trenggalek, DPRD serta dinas teknis. Namun, pihaknya menuntut adanya kepastian dalam waktu dekat.

“Kalau sampai hari Kamis ada jawaban dari pihak terkait, tadi sudah disampaikan, teman-teman siap tidak melakukan aksi massa besar-besaran. Tapi secepatnya harus ada jawaban soal tetap berlangsungnya kegiatan di alun-alun,” tegasnya.

Sementara itu, Wakil Ketua APKLI Trenggalek Gaguk Susilo Admojo menilai surat edaran pelarangan tersebut menciptakan keresahan di kalangan PKL karena dianggap tidak selaras dengan nilai-nilai kultural masyarakat.

“Hari jadi merupakan momen sangat penting bagi masyarakat Trenggalek dalam pengembangan ekonomi mikro kerakyatan. Harapan kami dari APKLI, kebijakan melalui surat edaran kemarin bisa dikoordinasikan kembali,” katanya.

Gaguk juga mengkritisi proses pengambilan keputusan yang menurutnya tidak melibatkan paguyuban UMKM dan PKL. Ia mengungkapkan bahwa APKLI pernah menggelar audiensi dengan Bupati serta sejumlah instansi terkait, namun tidak mendapat ruang dalam proses kebijakan.

“Setelah muncul surat edaran ini, kami berharap pemerintah daerah menyikapi ulang kebijakan tersebut dengan memperhatikan kultur wilayah demi meningkatkan ekonomi kerakyatan,” ujarnya.

Terkait penggunaan ruang terbuka hijau (RTH), APKLI mengakui adanya aturan pembatasan. Namun demikian, mereka menilai ruang tersebut masih memungkinkan digunakan untuk kegiatan tertentu yang bersifat istimewa.

“Memang betul tidak bisa dipergunakan untuk kegiatan rutin. Tapi dalam event bersejarah atau kegiatan tertentu, semestinya bisa dipertimbangkan sesuai kewenangan penyelenggara,” pungkas Gaguk.