PERISTIWA

Sejarah Trenggalek Dari Perdikan, Terpecah Dua hingga Reunifikasi Kabupaten

×

Sejarah Trenggalek Dari Perdikan, Terpecah Dua hingga Reunifikasi Kabupaten

Sebarkan artikel ini
Pertumbuhan Ekonomi Trenggalek
Alun-Alun Kabupaten Trenggalek.

SUARA TRENGGALEKKabupaten Trenggalek di pesisir selatan Jawa Timur memiliki sejarah panjang terkait perubahan batas wilayah dan status administratif sejak masa kerajaan hingga republik.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) dan arsip resmi Pemkab Trenggalek, daerah dengan luas 1.261,40 km² dan jumlah penduduk 753.810 jiwa pada 2024 ini dikenal sebagai “Kota Gaplek” karena produksi singkong keringnya yang melimpah.

Jejak awal kehidupan di Trenggalek sudah ada sejak masa prasejarah. Bukti tertulis pertama muncul pada Prasasti Kampak tahun 929 Masehi yang dikeluarkan Raja Sindok dari Mataram Kuno.

Sejarah Trenggalek

Prasasti itu menyebut wilayah selatan sebagai tanah perdikan (sima). Sejumlah prasasti lain pada masa Kahuripan, Kediri, dan Majapahit juga menegaskan status sima bagi desa-desa di Trenggalek.

Masuknya Islam membawa perubahan politik. Pada 1743, Pakubuwana II mengangkat K.R.T. Sumotaruno sebagai bupati pertama.

Namun Perjanjian Giyanti 1755 yang membagi Mataram menyebabkan Trenggalek terpecah: bagian timur masuk Ngrawa (kini Tulungagung), sedangkan barat dan selatan ke Pacitan. Status kabupaten mandiri pun hilang.

Penetapan Kabupaten Trenggalek

Pada masa kolonial Belanda, Trenggalek kembali ditetapkan sebagai kabupaten pada 1845 dengan Bupati Poesponegoro.

Namun setelah ia wafat tahun 1933, Trenggalek kembali dibagi: Panggul masuk Pacitan, sisanya ke Tulungagung. Alasan pembagian diduga karena pertimbangan ekonomi pemerintah kolonial.

Pasca Proklamasi 1945, Trenggalek ikut bergabung dengan Republik Indonesia. Reunifikasi resmi terjadi lewat Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1950 yang mengembalikan batas wilayah Trenggalek, Pacitan, dan Ponorogo seperti semula.

Wilayah Trenggalek

Sejak itu Trenggalek berkembang menjadi kabupaten dengan 14 kecamatan, 5 kelurahan, dan 152 desa. Pada 1968–1975, di bawah Bupati Soetran, Trenggalek meraih penghargaan Parasamya Purnakarya Nugraha.

Kini wilayahnya terdiri atas 2/3 pegunungan dan 1/3 dataran rendah, dengan batas utara Ponorogo, timur Tulungagung, selatan Samudra Hindia, dan barat Pacitan.

Sejarah pembagian wilayah ini menunjukkan bagaimana Trenggalek beradaptasi dengan dinamika politik dari masa kerajaan, kolonial Belanda, hingga akhirnya menjadi kabupaten otonom dalam Republik Indonesia.