SUARA TRENGGALEK – Produksi durian di Kabupaten Trenggalek melonjak tajam dalam dua tahun terakhir. Pada 2023, jumlah produksi mencapai 40.983,22 kuintal dan naik lebih dari dua kali lipat menjadi 88.175,99 kuintal pada 2024.
Selain durian, hasil hutan non kayu seperti cengkeh juga menyumbang produksi dengan angka 44,12 ton, tersebar di Kecamatan Panggul, Munjungan, Watulimo, dan Bendungan. Adapun produksi durian dari hutan non kayu tercatat sebesar 5,02 ton.
Meski keduanya merupakan komoditas unggulan, Kepala Dinas Koperasi, Usaha Mikro, dan Perdagangan (Diskomidag) Trenggalek, Saniran, menyatakan bahwa durian dan cengkeh hingga kini belum masuk pasar ekspor.
“Cengkeh dan durian sampai sekarang belum ada ekspor,” ujar Saniran, Selasa (5/8/2025).
Saniran menjelaskan, peluang ekspor cengkeh sudah mulai terbuka. Namun pihaknya masih berhati-hati dalam menindaklanjutinya. “Sempat ada orang Singapura yang hendak mencari cengkeh, namun kita tidak boleh sembrono. Harus dilihat bagaimana track record dan curriculum vitae-nya, jangan sampai tertipu,” jelasnya.
Ia menambahkan, cengkeh memiliki posisi lebih kuat karena menjadi bahan utama minyak atsiri yang menyumbang devisa besar bagi Trenggalek. Dari total nilai ekspor sebesar Rp 139,81 miliar, minyak atsiri menyumbang Rp 24,91 miliar.
Sepanjang 2023, ekspor minyak atsiri dari Trenggalek menghasilkan pendapatan sebesar Rp 54,72 miliar, mencakup lebih dari setengah nilai ekspor nonmigas yang mencapai Rp 102,1 miliar.
Harga minyak atsiri bervariasi, dengan minyak daun sirih menjadi yang termahal, antara Rp 2,5 juta hingga Rp 3 juta. Disusul minyak daun nilam sekitar Rp 750 ribu, daun jeruk purut Rp 650 ribu, dan cengkeh Rp 240 ribu per liter.
Sentra produksi minyak atsiri terbesar berada di Watulimo, dengan kontribusi tambahan dari wilayah Dongko, Kampak, dan Munjungan. Minyak atsiri asal Trenggalek kini telah menembus pasar Asia dan Eropa, sementara durian masih menunggu peluang ekspor.