SUARA TRENGGALEK – Pemerintah Kabupaten Trenggalek melalui Dinas Kesehatan, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (Dinkesdalduk KB) menggenjot pelaksanaan Program Pemeriksaan Kesehatan Gratis (PKG) untuk mencapai target pemeriksaan 100 persen.
Kepala Bidang Upaya Pelayanan Kesehatan Perorangan dan Masyarakat Dinkesdalduk KB Trenggalek, Sulastri menyebut pihaknya menargetkan cakupan lebih luas dari ketentuan awal.
“Target nasional untuk anak usia sekolah hanya 20 persen, tapi Trenggalek bertekad bisa sampai 100 persen,” ujar Sulastri, Jumat (1/8/2025).
Disamlaikan Sulastri, dari total target 36 persen dari jumlah penduduk, capaian saat ini baru menyentuh angka 22 persen. Menurutnya, program ini akan terus berlangsung hingga akhir Desember 2025.
“Remaja usia sekolah yang tercatat dalam aplikasi baru 1,9 persen, atau sekitar 400 pelajar. Padahal, realisasi layanan di lapangan bisa lebih dari itu,” tambahnya.
Menurutnya, untuk kategori dewasa, capaian pemeriksaan lebih tinggi. Hingga kini tercatat sekitar 36 ribu orang dewasa telah mengikuti pemeriksaan. Pelayanan ini dimulai sejak 10 Februari 2025.
Namun, mengingat adanya penambahan penduduk usia sekolah setiap tahunnya, kegiatan serupa juga akan digelar tahun berikutnya.
“Namun ada salah satu kendala yang dihadapi adalah masalah pelaporan melalui aplikasi Asik milik Kementerian Kesehatan. Banyak data yang belum masuk meski layanan sudah diberikan,” jelasnya.
Lebih lanjut Sulastri mengatakan program PKG merupakan bagian dari prioritas nasional yang masuk dalam Asta Cita dan diinisiasi oleh pemerintah pusat.
Tujuan utamanya untuk deteksi dini gangguan kesehatan, agar masyarakat tidak menunggu hingga sakit parah baru melakukan pemeriksaan.
“Pemeriksaan dilakukan menyeluruh, dari kepala hingga kaki. Jika ditemukan kelainan, akan diberikan umpan balik kepada guru atau wali murid dan ditindaklanjuti jika perlu rujukan ke rumah sakit,” jelas Sulastri.
Namun, ia mengakui tantangan masih besar, baik dari sisi SDM yang ada hingga ketersediaan alat, maupun minat masyarakat yang masih berpegang pada paradigma periksa kesehatan itu ketika sudah sakit.
“Masyarakat masih menganggap periksa kesehatan hanya jika merasa sakit. Padahal, semestinya meskipun tidak sakit, seseorang tetap perlu diperiksa minimal sekali dalam setahun,” katanya.
Diimbuhkan Sulastri, padahal deteksi dini sebelum terjadinya sakit lebih meringankan keadaan, mulai dari kondisi ekonomi hingga biaya kesehatan.
Ia berharap program ini didukung dengan jaminan kesehatan milik masyarakat untuk proses tindak lanjut, terutama pengobatan, dapat ditanggung BPJS dan tidak membebani masyarakat.