SUARA TRENGGALEK – Komisi II DPRD Trenggalek menyoroti kondisi keuangan daerah usai menggelar rapat bersama Badan Keuangan Daerah (Bakeuda).
Dalam pertemuan itu, terungkap bahwa Pemkab Trenggalek tengah mengajukan pinjaman ke PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI) sebesar Rp 106 miliar.
Pinjaman tersebut rencananya dibagi dalam dua tahap, yakni Rp 56 miliar pada APBD Perubahan 2025 dan Rp 50 miliar pada APBD Induk 2026.
Sebelumnya, Pemkab Trenggalek juga telah memiliki utang sebesar Rp 250 miliar dalam program pemulihan ekonomi (PEN) yang akan lunas pada tahun 2026 mendatang.
Ketua Komisi II DPRD Trenggalek, Mugianto mempertanyakan pola pembiayaan yang terus mengandalkan utang, sementara sejumlah belanja daerah masih didominasi pos yang dianggap kurang produktif.
“Kenapa kita terus berhutang? Apakah tidak sebaiknya kita membuat skema baru untuk mengurangi belanja-belanja yang tidak produktif, misalnya belanja pegawai?” ujar Mugianto, Kamis (18/7/2025).
Menurut Mugianto, salah satu upaya yang bisa dilakukan adalah merevisi skema Tambahan Penghasilan Pegawai (TPP) melalui perubahan peraturan bupati (perbup).
“Kalau belanja infrastruktur kita malah menurun, itu jadi repot. Padahal tahun ini kita sudah melakukan efisiensi, tapi belanja pegawai tetap besar,” imbuhnya.
Mugianto juga mengkritik rekrutmen Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) yang dinilainya tidak memperhatikan kemampuan keuangan daerah.
“Rekrutmen PPPK kemarin agak ugal-ugalan. Tidak mempertimbangkan kapasitas fiskal daerah, akhirnya belanja infrastruktur yang jadi korban,” tegasnya.
Mugianto menambahkan, PAD murni Kabupaten Trenggalek pada 2024 hanya sebesar Rp 109 miliar, sementara seluruhnya terserap untuk membayar TPP ASN yang nilainya mencapai Rp 110 miliar lebih.
“Jadi PAD murni kita habis untuk TPP ASN. Ini perlu jadi perhatian serius,” ujarnya.
Dari total realisasi PAD tahun 2024 sebesar Rp 281 miliar, sekitar Rp 172 miliar berasal dari Badan Layanan Umum Daerah (BLUD), yakni rumah sakit daerah dan 22 puskesmas. Dana dari BLUD tersebut bersifat mandiri dan tidak dapat digunakan untuk belanja pembangunan.
“BLUD tidak bisa ditarik ke APBD. Mereka gunakan sendiri untuk operasional rumah sakit dan puskesmas,” jelas Mugianto.
Ia juga menyebutkan bahwa realisasi PAD tahun 2024 belum mencapai target. Dari target Rp293 miliar, yang tercapai hanya Rp281 miliar. Padahal, dari postur APBD Trenggalek sebesar Rp1,9 triliun, lebih dari Rp1 triliun digunakan untuk belanja gaji ASN.
“Dengan kondisi seperti ini, efisiensi anggaran harus lebih serius dilakukan,” pungkasnya.