SUARA TRENGGALEK – Perum Perhutani Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Kediri Selatan mencatat luas lahan kritis di Kabupaten Trenggalek mencapai sekitar 450 hektare.
Kondisi lahan tersebut didominasi area berbatu sehingga tidak memungkinkan ditanami tanaman kayu-kayuan.
Wakil Kepala KPH Perhutani Kediri Selatan, Hermawan mengatakan lahan kritis tersebut umumnya hanya ditumbuhi rumput ilalang.
Saat musim kemarau, kawasan terlihat menguning, sementara pada musim hujan tampak hijau karena pertumbuhan ilalang.
“Lahan kritis di Trenggalek sekitar 450 hektare. Rata-rata berbatu, sehingga tidak memungkinkan ditanami tanaman kayu-kayuan. Yang tumbuh hanya ilalang,” ujar Hermawan, Sabtu (26/12/2025).
Meski demikian, Perhutani tetap melakukan upaya rehabilitasi hutan. Pada tahun 2025, rehabilitasi dilakukan di lahan seluas sekitar 21 hektare yang tersebar di sejumlah titik di Kabupaten Trenggalek.
Selain rehabilitasi terprogram, penanaman juga dilakukan secara swadaya oleh petugas lapangan bersama masyarakat. Penanaman dilakukan pada spot-spot kecil yang tidak termasuk dalam luasan rehabilitasi resmi.
“Kalau ada pohon pinus yang sudah tua dan tidak memungkinkan ditebang karena kondisi lereng, teman-teman di lapangan melakukan penanaman pengganti. Kadang ada bibit tanaman kayu atau buah, itu ditanam bersama warga,” jelasnya.
Perhutani juga melakukan penanaman rumput vetiver sebagai upaya konservasi tanah. Selain dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak, rumput vetiver berfungsi untuk memperkuat struktur tanah dan mencegah longsor.
Dalam menghadapi musim hujan dan potensi bencana, Perhutani KPH Kediri Selatan memperkuat upaya mitigasi dengan bersinergi bersama Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Trenggalek.
“Kami berkoordinasi dengan BPBD sebagai pusat komando mitigasi. Lokasi rawan longsor dan rawan pohon tumbang kami antisipasi dengan pemasangan banner peringatan dan sosialisasi ke masyarakat,” katanya.
Edukasi kepada warga dilakukan secara rutin, terutama di wilayah rawan seperti Kecamatan Pule dan Kampak. Masyarakat juga didorong aktif melaporkan tanda-tanda awal bencana, seperti munculnya retakan tanah.
“Kalau ada laporan tanah retak atau temuan di lapangan saat patroli, kami langsung koordinasi dengan BPBD. Tujuannya agar tidak sampai menimbulkan korban,” tegas Hermawan.
Ia mencontohkan kejadian tanah retak di Desa Ngerandu yang berhasil ditangani cepat melalui koordinasi Perhutani dan BPBD. Sebanyak 37 kepala keluarga saat itu berhasil dievakuasi ke lokasi aman.
Berdasarkan peta rawan tanah gerak, wilayah Trenggalek didominasi zona merah. Karena itu, Perhutani bersama BPBD terus meningkatkan kewaspadaan dan kesiapsiagaan masyarakat, termasuk melalui sistem peringatan dini dan pengungsian saat intensitas hujan tinggi.











