SUARA TRENGGALEK – Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Kabupaten Trenggalek mengecam keras tindakan kekerasan terhadap guru SMP Negeri 1 Trenggalek yang dilakukan oleh keluarga salah satu siswa.
Insiden itu terjadi setelah guru menyita ponsel milik siswi saat kegiatan belajar mengajar berlangsung. Padahal dalam lingkup sekolah telah terdapat peraturan soal penggunaan hp.
Ketua PGRI Trenggalek, Catur Winarno menegaskan bahwa segala bentuk kekerasan terutama fisik terhadap tenaga pendidik tidak dapat dibenarkan dalam kondisi apa pun.
“Khusus penganiayaan fisik itu tetap kami menolak keras. Kami berharap ada penyelesaian yang baik,” tegas Catur, Sabtu (1/11/2025).
Catur juga menyampaikan terkait murid maupun guru, bermain fisik itu tidak boleh. Kalau tidak ditangani dengan baik, ia khawatir tidak ada perlindungan terhadap guru.
Ia menjelaskan, PGRI Trenggalek saat ini masih menghimpun informasi secara lengkap sebelum mengambil langkah resmi. Hal itu penting agar keputusan yang diambil tidak keliru.
“Sementara PGRI masih menghimpun informasi untuk mengambil sikap. Kami mengumpulkan informasi selengkap-lengkapnya agar nanti penanganannya tidak salah langkah,” ujarnya.
Menurut Catur, berdasarkan informasi awal yang diterima, peristiwa kekerasan tersebut bermula ketika seorang siswi bermain ponsel di kelas saat pelajaran berlangsung.
Guru yang mengajar kemudian menegur dan menyita ponsel tersebut sesuai dengan aturan sekolah yang melarang penggunaan ponsel saat pembelajaran.
“Informasinya, anak sedang bermain HP di kelas ketika pembelajaran berlangsung. Karena aturan sekolah melarang, ponsel itu diambil guru,” ungkapnya.
Catur juga menyampaikan, anak itu menangis, lalu kemungkinan ada pihak keluarga yang mendapat kabar dan mendatangi guru di rumahnya.
Namun, lanjutnya, sangat disayangkan tindakan keluarga siswa tersebut yang mendatangi rumah guru dan melakukan pemukulan serta ancaman.
“Disayangkan, ada peristiwa mendatangi guru di rumahnya kemudian langsung memukul dan mengancam. Itu tidak baik,” ungkapnya.
Catur menammbahkan, PGRI berencana melakukan rapat internal untuk menentukan langkah selanjutnya. Jika penyelesaian secara kekeluargaan tidak dapat dilakukan, organisasi siap membawa kasus ini ke ranah hukum.
Kalau memang sudah tidak ada jalan keluar yang baik, pihaknya mendorong ke ranah hukum. PGRI juga punya bantuan hukum untuk mendampingi guru ini.
“Karena besok hari Minggu, kami akan segera mengambil sikap paling lambat Senin 3 November 2025,” tandasnya.











