SUARA TRENGGALEK – Belakangan ini ramai beredar kabar di media sosial dan grup WhatsApp bahwa pemerintah akan mewajibkan proses “balik nama” dalam jual beli ponsel bekas, mirip kendaraan bermotor.
Isu tersebut memunculkan pertanyaan publik, apakah benar kebijakan itu akan segera diterapkan.
Berdasarkan penelusuran, kabar tersebut bukan hoaks sepenuhnya. Wacana balik nama ponsel memang sedang digodok Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi), namun belum ada aturan resmi yang diberlakukan.
Ide tersebut disampaikan Direktur Penataan Spektrum Frekuensi Radio, Orbit Satelit, dan Standarisasi Infrastruktur Digital Komdigi, Adis Alifiawan, dalam diskusi publik di Institut Teknologi Bandung (ITB), 29 September 2025.
Acara bertajuk “Perlindungan Konsumen Digital Melalui Pemblokiran IMEI Ponsel Hilang/Dicuri” itu membahas sistem Central Equipment Identity Register (CEIR).
“HP second itu kita harapkan nanti juga jelas, seperti kita jual beli motor, ada balik namanya, ada identitasnya,” ujar Adis.
Komdigi Usul Wacana Register
Ia menjelaskan, mekanisme yang dimaksud adalah pemilik lama melakukan penghentian registrasi, sedangkan pemilik baru mendaftar ulang menggunakan data KTP.
Meski begitu, hingga saat ini Komdigi maupun Kominfo belum mengeluarkan regulasi formal terkait rencana tersebut. Wacana ini berkaitan dengan pengembangan CEIR yang sejak 2023 digunakan untuk memblokir ponsel ilegal atau curian.
Komdigi menyebut, tujuan rencana ini untuk meningkatkan perlindungan konsumen dari peredaran ponsel curian serta penyalahgunaan identitas.
Dengan balik nama digital, pemilik baru lebih terlindungi, polisi lebih mudah melacak barang bukti, dan pasar ponsel bekas lebih aman.
Namun, sejumlah pihak menilai wacana ini berpotensi menambah kerumitan transaksi ponsel bekas, terutama di pasar tradisional. Mengenai biaya, pemerintah memastikan akan “gratis atau minimal” untuk mendorong adopsi.
Hingga kini, jual beli ponsel bekas masih dapat dilakukan seperti biasa tanpa kewajiban balik nama. Pemerintah berjanji akan melibatkan publik sebelum kebijakan tersebut difinalisasi.
Masyarakat diimbau tidak mudah menyebarkan informasi tanpa sumber resmi, serta memantau perkembangan melalui situs Komdigi (komdigi.go.id) atau Kominfo (kominfo.go.id).