SUARA TRENGGALEK – Isu terkait besaran retribusi sewa tempat di kawasan alun-alun Trenggalek menjadi perhatian publik, hal itu menyusul adanya aksi Rapat Dengar Pendapat (RDP) oleh kelompok yang mengatasnamakan paguyuban pedagang kaki lima (PKL) di DPRD Trenggalek.
Dalam RDP di DPRD, PKL tersebut meminta penurunan harga sewa stand atau tenda kepada pihak EO saat pelaksanaan event ekraf yang rencananya akan digelar pada bulan Agustus. Mereka melakukan RDP karena harga sewa stand dinilai terlalu mahal.
Namun demikian, karena mediasi antara PKL dan pihak Event Organizer (EO) atau vendor tidak menemukan kesepakatan alhasil Bupati Trenggalek Mochamad Nur Arifin menerbitkan Surat Edaran (SE) sterilisasi kawasan alun-alun dari kegiatan dan PKL selama bulan Agustus.
Meluruskan terkait retribusi sewa tempat di alun-alun Trenggalek, Kepala Sub Bidang Inventarisasi dan Pemanfaatan Aset Daerah, Badan Keuangan Daerah (Bakeuda) Trenggalek, Slamet menegaskan bahwa seluruh mekanisme sewa telah diatur sesuai regulasi dalam Peraturan Daerah (Perda) Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD) Tahun 2023.
“Sesuai tarif retribusi dalam Perda PDRD yang diberlakukan yakni sewa tempat di alun-alun bagian luar sebesar Rp 1.500 per meter persegi per hari untuk penggunaan komersial,” jelas Slamet, Kamis (24/7/2025).
Slamet juga mencontohkan, jika di alun-alun berdiri sebuah tenda dalam perhitungan retribusi jika satu tenda atau stand berukuran 3×3 meter disewa selama 10 hari, maka hitungan retribusinya adalah 9 meter persegi x Rp1.500 x 10 hari. Sedangkan untuk biaya yang disampaikan terlalu mahal itu, mungkin karena termasuk biaya dalam pelaksanaan event.
“Terkait retribusi tetap sesuai aturan. Kenapa diluar retribusi terlihat mahal, karena dalam pelaksanaan event, selain biaya retribusi seperti biasanya pihak penyelenggara juga menanggung biaya sewa tenda, listrik, kebersihan, biaya hiburan, serta kebutuhan lainnya yang merupakan tanggung jawabnya,” tambahnya.
Slamet juga menerangkan, untuk proses pembayaran retribusi sewa tempat dilakukan di muka oleh penyelenggara atau vendor sebelum izin event dikeluarkan. Setelah pembayaran diterima oleh Bakeuda, vendor baru bisa melanjutkan proses perizinan ke dinas terkait.
Jadi sesuai regulasi, menurutnya ketika retribusi sewa tempat alun-alun itu telah dibayar oleh pihak event organizer (EO) atau vendor, maka pihak vendor memang diperbolehkan untuk menyewakan ke para pedagang. Karena retribusi sewa tempat di alun-alun telah dibayarkan terlebih dahulu.
Jika retribusi sudah dibayar oleh pihak vendor maka pedagang tidak bisa lagi menyewa ke Bakeuda, tapi bisa berbicara dengan pihak vendor pelaksana. “Kalau vendor sudah membayar sesuai pengajuan, surat izin baru diterbitkan dan itu yang menjadi dasar untuk izin ke OPD lain, termasuk kepolisian,” terangnya.
Terkait lokasi di dalam alun-alun, Slamet menjelaskan bahwa kewenangan izin berada di Dinas Lingkungan Hidup (DLH), sedangkan untuk area seputar alun-alun (jalan lingkar) langsung ke Bakeuda.
Namun, seluruh pembayaran retribusi tetap dilakukan di Bakeuda karena DLH belum memiliki bendahara penerimaan, sehingga semua tetap menjadi pendapatan daerah. Maka untuk kawasan alun-alun tersebut terbagi menjadi dua wewenang.
“Kalau area dalam alun-alun, izinnya melalui LH tapi bayarnya tetap ke Bakeuda. Sedangkan di sekitar alun-alun langsung ke Bakeuda,” pungkas Slamet.