PERISTIWA

Modus Dalil Agama, Kiai di Trenggalek Cabuli Santri Gunakan Kitab Agar Murid Patuh

×

Modus Dalil Agama, Kiai di Trenggalek Cabuli Santri Gunakan Kitab Agar Murid Patuh

Sebarkan artikel ini

SUARA TRENGGALEK – Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Trenggalek telah membacakan kronologi dan putusan terhadap terdakwa bapak dan anak pimpinan pondok pesantren di Kecamatan Karangan.

Dalam sidang di ruang sidang cakra PN Trenggalek tersebut terkuak fakta baru dari kasus ini. Diketahui dalam melancarkan aksinya, terdakwa Masduki menggunakan dalil-dalil agama.

Hal ini ia lakukan supaya korban mau menuruti apa yang dikehendakinya. Sebelumnya, Masduki sempat mencabuli korban terlebih dahulu sebelum menggunakan dalil-dalil agama.

Adapun aksi tersebut bermula ketika ia sering memanggil santriwati (korban, red) untuk menemuinya.

Aksi bejat itu berawal sejak Juni 2021 ketika korban diberi tugas oleh yayasan untuk membersihkan rumah terdakwa.

“Awalnya terdakwa hanya memegang tangan korban, tetapi lama-kelamaan berani memegang bagian tubuh lain, seperti buah dada, mencium pipi dan bibir, serta beberapa kali memegang alat kelamin dari luar pakaian korban,” jelas Ketua Majelis Hakim, Dian Nur Pratiwi.

Tindakan asusila tersebut sebenarnya telah diketahui oleh para santriwati. “Hampir semua santriwati mengetahui kalau terdakwa sering memanggil santri yang cantik dan badan yang seksi,” imbuhnya saat membaca kronologi dalam putusan persidangan.

Korban sendiri merasa takut untuk melaporkan kejadian ini lantaran ada hubungan vertikal (kuasa) antara korban dan terdakwa.

“Korban tidak berani melaporkan atau menceritakan kejadian tersebut kepada orang tuanya maupun temannya. Selain takut dan bingung karena tidak terdakwa adalah tokoh agama atau ketua sekaligus pengasuh,” pungkasnya.

Untuk menegaskan dominasi terdakwa pada korban, M menyampaikan bahwa murid harus patuh terhadap guru sebagaimana yang tertuang dalam Kitab Adabul Murid.

“Di mana kitab mengajarkan bahwa seorang murid harus patuh kepada perintah guru, sehingga korban menuruti apa yang dikatakan oleh terdakwa,” paparnya.

Tindakan tak senonoh yang dilakukan oleh terdakwa M ini dianggap majelis hakim berpotensi menyebabkan dampak psikologis dan merusak masa depan korban apabila tidak mendapatkan penanganan yang tepat.

Oleh karena itu, majelis hakim memvonis terdakwa Masduki dengan tuntutan sembilan tahun penjara dan pidana denda sebesar Rp 100 juta dengan subsider enam bulan kurungan badan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *