PENDIDIKAN

Jerit Pedagang Kantin Sekolah di Trenggalek Imbas Program MBG, Usaha Loyo Hingga Tutup

×

Jerit Pedagang Kantin Sekolah di Trenggalek Imbas Program MBG, Usaha Loyo Hingga Tutup

Sebarkan artikel ini
Kantin sekolah di Trenggalek imbas mbg
Pedagang kantin sekolah saat melayani siswa membeli dagangannya, mereka mengeluh penjualan menurun.

SUARA TRENGGALEK – Sejak Program Makan Bergizi Gratis (MBG) berjalan di sekolah-sekolah Kabupaten Trenggalek, geliat ekonomi kecil di lingkungan pendidikan mengalami perubahan signifikan.

Sejumlah pedagang kantin dan pedagang kaki lima mengeluhkan turunnya penjualan karena siswa lebih memilih menu MBG yang dibagikan gratis setiap hari.

Seperti yang dialami Suprapti (45), pedagang kantin di SMPN 5 Trenggalek mengatakan bahwa omzetnya menurun tajam sejak program tersebut aktif. Nasi bungkus yang biasanya laku 30 porsi per hari kini hanya terjual separuhnya.

“Betul berdampak sama yang buat nasi terutama. Nasi bungkus yang dulu sehari 30 habis sekarang separuh aja tidak habis. 20 bungkus aja sudah ngoyo,” ujarnya, Jumat (24/10/2025).

Suprapti yang sudah tiga tahun berjualan di kantin sekolah itu menuturkan, sebagian besar dagangannya merupakan titipan warga sekitar.

Ia juga juga menegaskan bahwa semua makanan di kantin tergolong sehat dan tidak menggunakan plastik sekali pakai.

Laporkan Masalah MBG 

“Makanan-makanan di sini itu tidak ada yang instan atau pakai kemasan plastik, semuanya buatan rumah. Namanya kantin sehat,” katanya.

Meski begitu, ia berencana menyesuaikan jenis dagangan agar tetap bertahan. “Kalau seperti ini bisa pindah saja buat snack atau makanan ringan seperti roti, donat, atau cireng agar bisa berjalan,” tambahnya.

Hal senada disampaikan Komari (52), pedagang yang telah berjualan di sekolah yang sama sejak 2009.

Ia juga mengaku kehilangan sebagian besar pendapatan karena waktu pembagian MBG bertepatan dengan jam istirahat siswa.

“Saat MBG dibagikan waktu istirahat, saya seperti tidak jualan. Nasi bungkus tidak laku, kadang dagangan lain juga utuh,” ungkapnya.

Sebelum ada MBG, Komari bisa menjual hingga 15 bungkus nasi per hari. Kini, hanya beberapa bungkus yang laku, sisanya terpaksa dibuang.

Ia berharap pemerintah meninjau ulang waktu pembagian makanan agar tidak mengganggu pendapatan pedagang kecil.

“Kalau bisa MBG diberikan waktu makan siang sesuai namanya dulu, yaitu makan siang gratis. Kasihan yang jualan bakso dan mie ayam di kantin sini, baru seminggu tutup karena tidak laku,” katanya.

Dampak serupa juga dirasakan Sunarto, penjual otak-otak keliling yang biasa mangkal di depan sekolah-sekolah di Kota Trenggalek. Pendapatannya turun drastis setelah siswa dilarang jajan di luar pagar sekolah.

“Semenjak ada MBG itu jadi berpengaruh besar. Biasanya sehari bisa dapat Rp 500 ribu, sekarang cuma Rp 100 ribu,” ujarnya di depan SMPN 2 Trenggalek.

Menurut Sunarto, selain larangan jajan di luar sekolah, pemberian MBG pada siang hari membuat siswa tak lagi membeli jajanan setelah pulang sekolah.

“Mau ganti jualan lain pun sama saja. Kalau bisa MBG itu dialihkan jadi uang dan tidak meresahkan rakyat kecil,” pungkasnya.

Laporkan Masalah MBG